Dikutip galajabar dari Antara, para pengunjuk rasa turun ke jalan hampir setiap hari sejak kudeta yang menggagalkan transisi Myanmar yang lambat menuju demokrasi.
Hingga Jumat malam, kelompok aktivis Asosiasi Pembantu Tahanan Politik (AAPP) menghitung sedikitnya 328 pengunjuk rasa tewas dalam pekan-pekan kerusuhan itu.
Baca Juga: Rute Ini Bakal Jadi Favorit Pecinta Gowes di Purwakarta
Datanya menunjukkan bahwa sekitar seperempat dari mereka tewas akibat tembakan di kepala, menimbulkan kecurigaan bahwa mereka menjadi sasaran pembunuhan.
Faksi etnis bersenjata Myanmar tidak akan berdiam diri dan tidak melakukan apa-apa jika pasukan junta terus membunuh pengunjuk rasa, kata pemimpin salah satu kelompok bersenjata utama.
"Hari Angkatan Bersenjata Myanmar bukanlah hari angkatan bersenjata, ini lebih seperti hari mereka membunuh orang," kata Jenderal Yawd Serk, ketua Dewan Pemulihan Negara Bagian Shan / Tentara Negara Bagian Shan - Selatan, kepada Reuters.
"Ini bukan untuk melindungi demokrasi juga, itu cara mereka merusak demokrasi ... Jika mereka terus menembaki pengunjuk rasa dan menggertak orang, saya pikir semua kelompok etnis tidak akan hanya berdiri dan diam saja."***