Sidang Mahkamah Agung, Empat Saksi Kompak Jawab Tidak Tahu Soal Barang Bukti Tulisan Form Putusan

1 Maret 2023, 13:05 WIB
Sidang suap Mahkamah Agung dengan terdakwa Sudrajad Dimyati digelar di Pengadilan Tipikor Bandung dengan menghadirkan empat orang saksi yang semuanya dari staf dan kepaniteraan Mahkamah Agung /


GALAJABAR- Sidang kasus suap Hakim Agung dengan terdakwa Sudrajad Dimyati kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung Jalan LL RE Martadinata Kota Bandung pada Rabu 1 Maret 2023.

Dalam sidang yang dipimpin Yoserizal tersebut jaksa penuntut umum KPK menghadirkan saksi sebanyak empat orang semuanya dari pegawai Mahkamah Agung diantaranya staf dari Hakim Agung Sudrajad Dimyati.

Dari saksi yang dihadirkan dalam sidang Hakim Agung Sudrajad Dimyati diantaranya Ismu Baeduri, asisten Sudrajad Dimyati, Arif Saptono Nugroho dan U Putro Bayu Kumoro.

Baca Juga: JADWAL AFC U20 Uzbekistan, Rabu Hari Ini Bermain Timnas U20 vs Irak, Live Streaming RCTI Jam 17.00 WIB

Jaksa penuntut umum KPK mengajukan pertanyakan ekpada saksi terkait adanya form laporan sidang yang menjadi barang bukti oleh penyidik KPK. Dalam form tersebut mengenai tulisan siapa sebenarnya curat coret tulisan tangan yang ditulis dengan tinta hijau tersebut.

Karena tulisan tangan tersebut ada nama Hakim Agung dengan kode SD (Sudrajad Dimyati), kemudian ada nama hakim lain dan juga ada hasil putusan ada tulisan kabul dan juga ada tulisan tolak.

KPK rupanya ingin mencari tahu siapa sebenarnya tulisan tersebut yang membuat karena, dalam tulisan tersebut meski hanya curat coret namun apa yang ditulis kebenarannya ada.
Saksi yang semuanya dari pegawai Mahkamah Agung pun kompak mengaku tidak tahu soal barang bukti tersebut.

Terkait putusan kasasi dalam kasus kepailitan Koperasi Intidana, saksi Ismu Baeduri menyatakan bahwa hakim yang menyidangkannya diketuai oleh SYamsul Maarif, Sudrajad Dimyati dan Ibrahim.

Dalam putusannya menolak namun pada akhirnya sepakat untuk dengan hakim yang lain untuk menerima kasasi dalam kasus kepailitan Koperasi Intidana tersebut.

Baca Juga: 10 Tari Berpasangan dari Jawa Barat Yang Populer

Dakwaan Jaksa terhadap Sudrajad Dimyati

Terhadap Hakim Agung Sudrajad Dimyati, menurut jaksa Wawan Yunarwanto, peristiwa suap tersebut bermula adanya kasus Koperasi Simpan Pinjam ISKP) Intidana Semarang yang mengalami permasalah dengan deposan tidak terpenuhi hak haknya. Pada akhir tahun 2021 Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto, Rejoso Mulyono, Sri Djajati, Srijati SUlaeman selaku deposan KSP Intidana bertemu untuk konsultasi dengan Theodorus Yosep Parera selaku advokat.

Dari pertemuan itu akhirnya sepakat Ysep Parera jadi kuasa hukum untuk emngajukan gugatan ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang untuk membatalkan putusan perdamaian.

Pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno pun mengajukan gugatan namun ditolak, hingga akhirnya melakukan kasasi.

Atas permohonan kasasi tersebut mereka mengurus perkara melalui Desy Yustria selaku Staf Kepaniteraan Bagian Kasasi MA dengan menyediakan sejumlah uang, Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma pun menyetujuinya.

Kemudian berlanjut Yosep Parera menghubungi Desi dan segera melakukan pengurusan perkara. Dalam kumuniasi itu dengan Parera agar disiapkan uang sebesar 200 ribu dolar singapura.

Setelah menerima permohonan pada 9 Mei 2022 Agus Subroto selaku Panitera Muda Perdata Khusus membuat memorandum yang ditujukan kepada Ketua MA cq Ketua Kamar Perdata perihal penunjukan majelis hakim untuk menyidangkan kasus KSP Intidana dengan pokok perkara Pembatalan Perdamaian.

Dalam memorandum tersebut I Gusti AGung Sumanatha selaku Ketua Kamar Perdata menulis dengan tulisan tangan susunan Majlies Hakim, SM, SD, IBR.

Maskud dari tulisan tangan itu Syamsul Ma'arif, Sudrajad DImyati dan Ibrahim.
Setelah ada penetapan hakim, Desy Yustria kepada terdakwa melalui Muhajir Habibie selaku staf kepaniteraan pada Kamar Perdata MA agar permohonan perkara KSP Intidana itu dkabulkan.

Baca Juga: Banjir Karawang, Polisi Kerahkan Ratusan Personel Bantu Evakuasi Korban

Desi Yustria menyampaikan untuk pengurusan disiapkan uang sejumlah 200 ribu dolar singapura atau setara dengan 2 miliar rupiah.

Dari pengurusan itu Desi dan Muhajir sepakat akan menerima masing masing Rp 250 juta.
Selanjutnya Muhajir menghubungi Elly Tri Pangestuti yang merupakan representasi dari terdakwa untuk meneruskan permintaan Heryanto Tanaka dan Ivan melalui kuasa hukumnya, lalu Heryanto tanaga menyiapkan uang.

Pada 23 Mei 2022 Heryanto Tanaka dan Ivan mengumpulkan uang masing masing Heryanto Tanaka Rp 2.8 miliar dan Ivan Dwi RP 2 miliar sehingga total terkumpul Rp 4.8 miliar, kemudian menukarkan ke dolar singapura.

Parera mengalokasikan dana 200 ribu dolar Singapura diberikan kepada Desy untuk pengursan perkara.

Kepada Elly terdakwa Sudrajat DImyati akan mengabulkan permohonan sesuai yang disepakati.

 

Proses Pemberian Suap

Selanjutnya masih pada hari yang sama, pada malam harinya bertempat di rumah Desy Yustria di Kp. Tambun, RT 001 RW 002, Kelurahan Tambun, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Muhajir Habibie mengambil uang sejumlah SGD 200,000 (dua ratus ribu dolar Singapura) tersebut.

Selanjutnya Desy Yustria menerima bagian SGD 25,000 (dua puluh lima ribu dolar Singapura) dalam pecahan SGD 1,000 (seribu dolar Singapura) atau setara Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dari Muhajir Habibie, sedangkan sisa uang sejumlah SGD 175,000 (seratus tujuh puluh lima ribu Dollar Singapura) dibawa oleh Muhajir Habibie.

Bahwa pada tanggal 1 Juni 2022, Elly Tri Pangestuti menanyakan kepada Terdakwa waktu penyerahan uang pengurusan perkara dan dijawab oleh Terdakwa agar penyerahan uang dilakukan di kantor pada keesokan harinya.

Pada tanggal 2 Juni 2022 sekitar jam 16.30 Wib bertempat di Lantai 11 Gedung Mahkamah Agung RI, ELLY TRI PANGESTUTI menerima uang yang menjadi bagian Terdakwa dan Elly Tri Pangestuti dari Muhajir yang dimasukan dalam goodie bag warna pink berisi 2 (dua) amplop yaitu 1 (satu) amplop berisi SGD 80,000 (delapan puluh ribu dolar Singapura) untuk Terdakwa, dan satunya berisi SGD 10,000 (sepuluh ribu dolar Singapura) untuk Elly Tri Pangestuti. Selanjutnya bertempat di ruang kerja Terdakwa, Terdakwa menerima pemberian uang sebesar SGD 80,000 (delapan puluh ribu dolar Singapura) dari Elly Tri Pangestuti.

Baca Juga: 7 Tempat Kuliner Enak Khas Bogor, Jawa Barat, Legendaris dan Murah, Diburu Travelers

Bahwa perbuatan Terdakwa bersama-sama dengan Desy Yustria, Muhajir Habibie dan Elly Tri Pangestuti menerima uang dari Theodorus Yosep Parera, Eko Suparno, Heryanto Tanaka dan IVan Dwi Kusuma Sujanto sejumlah SGD 200,000 (dua ratus ribu dolar Singapura) dengan maksud untuk mempengaruhi Terdakwa selaku Hakim Agung pada Kamar Perdata Mahkamah Agung RI yang memeriksa dan mengadili perkara Nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 agar perkaranya dikabulkan.

Baca Juga: Kabupaten Bogor Raih Penghargaan dari KemenPAN RB, Nilai Indeks SPBE Predikat “Baik” Tingkat Nasional

Atas suap tersebut terdakwa Sudrajat Dimyati diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Dan perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Melihat Undang Undang Tipikor untuk pasal 12 huruf c ancaman atas tindak pidana tersebut adalah dengan pidana penjara seumur hidup.***

Editor: Ryan Pratama

Sumber: liputan

Tags

Terkini

Terpopuler