GALAJABAR - Ahli hukum tata negara, Refly Harun menyoroti pengaruh Cina di dunia, termasuk di Indonesia.
Refly secara terang-terangan mengajak rakyat Indonesia mewaspadai Cina yang dinilainya mayoritas tak beragama.
Hal ini disampaikan Refly menyusul kabar pemerintah Cina meminta aplikasi Quran Majeed dihapus dari App Store.
Dia mengingatkan, Cina adalah negara yang kerap bekerja sama dengan Indonesia. Karena itu, tak menutup kemungkinan umat Islam di Tanah Air bakal terancam.
“Negara yang paling sering kita ajak kerja sama. Hati-hati dengan Cina, karena negara yang mayoritasnya tidak beragama,” katanya dilansir Galajabar Selasa, 19 Oktober 2021.
Tak berhenti sampai di situ, advokat satu ini lalu menyoroti rekam jejak buruk Cina dalam memperlakukan etnis Muslim, Uighur beberapa waktu lalu.
“Tapi persoalan lainnya adalah dia melakukan genosida terhadap etnis Uighur, etnis yang merupakan etnis muslim di Cina,” imbuhnya.
Apalagi, Refly berpendapat, banyak pihak yang cemas dengan pergerakan Islam di dunia saat ini. Sementara bangsa kita, Indonesia secara global, terkenal dengan mayoritas umat Muslimnya.
Baca Juga: Tiga Olahraga yang Bisa Dilakukan di Rumah saat Musim Hujan
Oleh karena itu, rakyat harus berhati-hati dengan hal ini.
“Bayangkan, kita punya hobi bekerja sama dengan Cina yang punya track record justru meminggirkan Islam, Oh jangan-jangan kita juga,” ungkapnya.
“Kalau Cina agak sentimen dengan Uighur, ya mungkin saja, karena banyak sekarang orang yang khawatir dengan muslim movement,” pungkasnya.
Sebelumnya, Apple secara resmi menghapus salah satu aplikasi Quran paling populer, yakni Quran Majeed di App Store region Cina, setelah adanya permintaan dari pejabat setempat.
Baca Juga: Cara Sederhana Membuat Suhu Rumah Tetap Hangat dan Nyaman Selama Musim Hujan
“Menurut Apple, aplikasi Quran Majeed kami telah dihapus dari App store China karena berisi konten yang memerlukan dokumentasi tambahan dari otoritas China," kata pengembang aplikasi Quran Majeed PDMS, seperti dikutip dari BBC International, Ahad, 17 Oktober 2021 lalu.
“Kami mencoba menghubungi Administrasi Ruang Siber Cina dan otoritas Cina terkait untuk menyelesaikan masalah ini,” imbuhnya.
Sementara, pemerintah Cina terkait belum memberikan klarifikasi mengenai hal ini. ***