Donald Trump Pertimbangkan Luncurkan Serangan Rudal terhadap Fasilitas Nuklir Iran di Akhir Jabatan

17 November 2020, 11:29 WIB
Donald Trump kembali klaim kemenangan dirinya di Pilpres AS 2020. /Istimewa/

GALAJABAR - Presiden Donald Trump mempertimbangkan untuk meluncurkan serangan terhadap fasilitas nuklir utama Iran, pekan lalu. Akan tetapi, penasihat seniornya membujuknya agar membatalkan tindakan dramatis tersebut. 

Trump bertanya kepada para pejabat keamanan nasional, termasuk Wakil Presiden Mike Pence, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, Penjabat Menteri Pertahanan Christopher C. Miller, dan Kepala Gabungan Mark Milley tentang kemungkinan dilakukannya serangan, pada pertemuan di Oval Office, Kamis lalu, New York Times melaporkan Senin, mengutip keterangan dari empat pejabat dan mantan pejabat AS.

Dikutip dari Daily Mail, pertemuan itu berlangsung sehari setelah inspektur internasional memberi tahu anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa Iran telah secara signifikan meningkatkan persediaan bahan nuklirnya.

Baca Juga: Anies Baswedan Penuhi Panggilan Polda Metro Jaya, Saya Datang ke Sini Sebagai Warga Negara

Para penasihat mencegah Trump untuk melancarkan serangan dengan memperingatkan bahwa tindakan tersebut dapat memicu konflik yang lebih luas dengan Iran. Demikian diungkapkan sumber-sumber Times.

Mereka mengatakan, setiap serangan, baik dengan rudal atau dunia maya, kemungkinan akan menargetkan fasilitas pengayaan nuklir utama Iran, Natanz.

Sebuah sumber terpisah mengonfirmasi akun Times tentang pertemuan tersebut kepada Reuters, dengan mengatakan: '[Trump] meminta opsi. Mereka memberinya skenario dan dia akhirnya memutuskan untuk tidak maju.'

Baca Juga: Longsor Tutup Jalan di Cigalontang Kabupaten Tasikmalaya, Akses Lalu Lintas Terputus

Badan Energi Atom Internasional (IAEA) melaporkan dalam dokumen rahasia, Rabu lalu, bahwa persediaan uranium Iran sekarang 12 kali lebih besar dari batas yang ditetapkan di bawah perjanjian nuklir yang dibatalkan Trump pada 2018.

Badan itu mengatakan bahwa pada 2 November Iran memiliki persediaan 2.442,9 kilogram (5.385,7 pon) uranium yang diperkaya rendah, naik dari 2.105,4 kilogram (4.641,6 pon) yang dilaporkan pada 25 Agustus.

Kesepakatan nuklir yang ditandatangani pada 2015 dengan AS, Jerman, Prancis, Inggris, Cina, dan Rusia, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), memungkinkan Iran hanya menyimpan persediaan 202,8 kilogram (447 pon).

Baca Juga: Gempa Berkekuatan 6,3 Guncang Sumatera Barat

IAEA melaporkan bahwa Iran juga terus memperkaya uranium hingga kemurnian mencapai 4,5 persen, lebih tinggi dari 3,67 persen yang diizinkan berdasarkan kesepakatan.

Natanz, juga disebut Pabrik Pengayaan Bahan Bakar Percontohan, terletak sekitar 200 mil di selatan Teheran. Sebagian besar kompleks berada di bawah tanah dan tunduk pada pemantauan IAEA berdasarkan kesepakatan nuklir.

Dalam laporan terbarunya, IAEA juga mengatakan bahwa Iran telah melarang pengawasnya mengakses situs lain di mana terdapat bukti aktivitas nuklir di masa lalu.

Baca Juga: Kasus Seperti di Sidoarjo Terulang, Ketua Pengadilan Tewas Ditikam Usai Sidangkan Perceraian

Para pejabat yang berbicara kepada Times mengatakan, Trump bereaksi terhadap laporan IAEA dengan menanyai para pembantunya tentang opsi yang harus dilakukan untuk menanggapi ekspansi nuklir Iran.

Mereka mengatakan, Pompeo dan Milley menguraikan risiko eskalasi militer. Para pejabat meninggalkan pertemuan dengan kesan bahwa Trump telah dibujuk untuk tidak melancarkan serangan rudal.

Namun, dilaporkan Times, para pejabat tersebut mengatakan, Trump mungkin masih mencari cara untuk menyerang aset dan sekutu Iran, termasuk milisi di Irak.

Baca Juga: Politisi Demokrat Sebut Pemanggilan Anies Baswedan oleh Polisi Tak Wajar, Seharusnya oleh Mendagri

Presiden terpilih Joe Biden mengatakan, dia akan menghidupkan kembali perjanjian nuklir apabila telah menjabat sebagai Presiden AS, Januari 2021. Namun, rencana itu bisa terancam jika ketegangan antara AS dan Iran meningkat pada pekan-pekan terakhir Trump di Gedung Putih.

The Times melaporkan bahwa pejabat keamanan nasional di dalam dan luar Departemen Pertahanan semakin khawatir Trump dapat mengambil tindakan terhadap Iran atau musuh lain sebelum masa jabatannya berakhir.

Selama pertemuan Kamis lalu, penasihat Trump dilaporkan mengakui bahwa Biden akan mengambil alih Gedung Putih tahun depan, meskipun Trump sendiri menolak untuk menyerah. ***

Editor: Noval Anwari Faiz

Tags

Terkini

Terpopuler