Kasus Pemerkosaan Tiga Santriwati di Ciparay Bandung, MUI Minta Masyarakat tak Menggeneralisasi Pontren Lain

- 10 Januari 2022, 16:10 WIB
Tersangka pemerkosaan santri di salah satu pondok pesantren di Ciparay, Kabupaten Bandung, berinisial H dihadirkan pada gelar perkara di Mapolresta Bandung, Senin 10 Januari 2022.
Tersangka pemerkosaan santri di salah satu pondok pesantren di Ciparay, Kabupaten Bandung, berinisial H dihadirkan pada gelar perkara di Mapolresta Bandung, Senin 10 Januari 2022. /Ziyan M. Nasyith/Galajabar/

GALAJABAR - Kasus dugaan pencabulan dan pemerkosaan yang terjadi di salah satu lembaga pendidikan keagamaan di Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, diharapkan tidak membuat masyarakat menggeneralisasi lembaga-lembaga lainnya.

Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi (Infokom) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bandung, Aam Muamar mengakui, kasus tersebut memang membuat kepercayaan sebagian masyarakat berkurang terhadap lembaga pendidikan keagamaan.

"Tapi kejadian itu hanya kecil, keberhasilan pesantren mencetak para mubalig dan orang hebat lainnya jauh lebih besar. Saya imbau masyarakat jangan nyakompet daunkeun (menggeneralisasi) kejadian di Ciparay itu dengan tempat pendidikan Islam lainnya," kata Aam Muamar, saat dihubungi melalui telepon seluler, Senin 10 Januari 2022.

Baca Juga: Pimpinan Pontren di Ciparay Bandung yang Perkosa Tiga Orang Santriwatinya Ditangkap, Ternyata Ini Modusnya

Menurut Aam, terjadinya kasus memalukan tersebut memang mencemarkan nama baik lembaga-lembaga pendidikan keagamaan. Ia meminta kepada masyarakat Kabupaten Bandung, selain tidak menggeneralisasi, ke depannya masyarakat khususnya orang tua murid juga harus terlibat aktif dalam pengawasan pesantren.

Begitu juga sebaliknya, lanjut Aam, pengelola atau pengurus lembaga pendidikan keagamaan harus lebih terbuka atau terbuka dalam pengelolaan.

"Pengelola pondok pesantren juga harus open managemen, jangan mentang-mentang orang tua santri sudah menyerahkan, mereka seenaknya menerapkan sistem yang tertutup. Nah kalau pengawasan terbuka kan semua pihak baik itu pemerintah maupun masyarakat (orang tua) bisa mengetahui aktivitas anak-anak didiknya," paparnya.

Baca Juga: Satu Keluarga di Kabupaten Bandung Positif Omicron Sepulang dari Afrika, Kini Jalani Isolasi di RS Al Ihsan

Aam juga meminta Kantor Kementrian Agama (Kemenag), melakukan pengawasan dan melakukan pendampingan terhadap aktivitas lembaga pendidikan keagamaan di wilayahnya. Dengan begitu, berbagai aktivitas bisa terpantau dan berjalan sesuai dengan jalurnya.

"Di Kemenag itu kan ada bagian pembinaan pesantren. Nah diharapkan mereka bisa masuk lebih jauh dan melakukan supervisi. Agar jika ada aktivitas yang dirasa menyimpang maka dapat segera ditegur dan ditindak sesuai aturan," ujarnya.

Disinggung menyangkut lembaga pendidikan keagamaan tersebut, Aam mengaku tak mengetahui atau bahkan bisa dikatakan kecolongan. Pihaknya mengetahui adanya kejadian tersebut setelah ramai pemberitaan di berbagai media. Karena memang selama ini peran MUI tidak terlalu masuk jauh kepada urusan teknis seperti halnya pengelolaan lembaga pendidikan keagamaan.

Baca Juga: Mayang dan Chika Mengaku Banjir Tawaran Syuting FTV hingga Film: Berkah dan Sudah Rezeki

"Saya tidak mengenal pimpinan dan pondok pesantren itu yah. Kalau urusan pondok pesantren yang beririsan dengan MUI itu dengan para pimpinan pesantrennya, karena biasanya mereka juga para ulama yang menjadi pengurus di MUI. Selain itu di MUI juga ada Forum Komunikasi Pondok Pesantren," jelasnya.

Dari kejadian-kejadian penyimpangan di sejumlah lembaga pendidikan keagamaan, biasanya melibatkan tokoh sentral di tempat tersebut. Bahkan, tokoh sentral ini juga yang berperan dalam segala urusan. Mulai dari pendaftaran anak didik, mengajar hingga menyiapkan makan dan minum anak didiknya.

"Seperti yang kejadian kemarin di Kota Bandung kan itu pesantren segalanya diurus sendiri atau oleh segelintir orang saja. Kalau managemen pesantren yang benar itu ada kyai yang ditokohkan, kemudian ada para santri senior yang ditugaskan membantu mengajar dan mengawasi para santri di bawahnya. Jadi manajemen pesantren di Indonesia itu sudah bagus, cuma yang rusak itu yang pakai manajemen "tukang cukur" atau segalanya dikerjakan sendiri," pungkasnya.***

Editor: Ziyan Muhammad Nasyith


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah