Kisah 5 Eksekusi Mati yang Heboh dan Ramai Jadi Perbincangan di Indonesia

- 20 Januari 2022, 15:30 WIB
Kusni Kasdut
Kusni Kasdut /Istimewa

GALAJABAR - Hukuman mati adalah salah satu hukum yang diberlakukan di Indonesia. Hukuman ini berlaku untuk kasus pembunuhan berencana, terorisme, dan perdagangan obat-obatan terlarang. Hukuman mati akan dilaksanakan setelah permohonan grasi tersangka ditolak oleh pengadilan, dan juga adanya pertimbangan grasi oleh presiden.

Dari beberapa kali melaksanakan hukuman mati, pemerintah Indonesia tak jarang mendapat tekanan dunia internasional. Tak jarang pula negara-negara asal terpidana mati mengeluarkan ancaman berupa larangan berkunjung ke Indonesia. Tekanan lain dialami warga Indonesia di luar negeri.

Seperti kejadian di Australia misalnya, seorang dosen psikologi di universitas itu sempat melarang mahasiswa asal Indonesia masuk ke kelasnya menyusul eksekusi mati terhadap Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Hal ini dilaporkan sejumlah media di Australia melaporkan insiden yang terjadi di Universitas Swinburne, Melbourne pada 29 April 2015.

Baca Juga: Klarifikasi Arteria Dahlan: Pernyataan Dipelintir, Saya Tidak Mengatakan Memakai Bahasa Sunda Kejahatan

Namun, dibalik penolakan ini, para terpidana mati nyata-nyatanya mendapat kecaman internasional kejahatan yang mereka lakukan.  Berikut ini adalah deretan hukuman mati di Indonesia yang sempat menjadi sorotan

  1. Duo Bali Nine

Duo Bali Nine, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan dihukum mati bersama enam terpidana kasus Narkoba lainnya di lapangan tembak Tunggal Panaluan, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pada 29 April 2015 dinihari pukul 00.25 WIB.

Bali Nine adalah sebutan yang diberikan media massa kepada sembilan orang Australia yang ditangkap pada 17 April 2005 di Bali dalam usaha menyelundupkan heroin seberat 8,2 kg dari Indonesia ke Australia.

Kesembilan orang tersebut adalah, Andrew Chan,Myuran Sukumaran, Si Yi Chen, Michael Czugaj, Renae Lawrence, Tach Duc Thanh Nguyen, Matthew Norman, Scott Rush, dan Martin Stephens. Namun yang mendapat hukuman mati adalah Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, sedangkan pelaku lainnya dijatuhi hukuman mati.

Baca Juga: Pegang Teguh Dawuh Mbah Moen, Ainun Najib Prediksi Pemindahan IKN ke Kaltim Bakal Gagal atau Batal

Pada 13 Mei 2012, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran memohon grasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar tidak dieksekusi mati sehingga ia bisa terus hidup dan memperbaiki diri. Kepala penjara Kerobokan, Gusti Ngurah Wiratna, mengatakan, permohonan ini didasarkan pada usia Chan.

Namun pada 11 Desember 2014, Presiden Joko Widodo menolak permohonan grasi keduanya menyatakan tidak ada ampun bagi kejahatan narkoba. Meski beberapa kali pemerintah Australia menyurati Presiden Jokowi untuk menerima permohonan grasi keduanya, hal tersebut tidak mengubah keputusan.

  1. Kusni Kasdut

Kusni Kasdut pernah tercatat sebagai pejuang kemerdekaan. Ia berperan aktif melawan Belanda. Nyalinya tinggi. Penjara dan peluru tak membuatnya gentar. Sayang, revolusi tak menjanjikan kesejahteraan.

Baca Juga: Gelombang Omicron Sudah Capai Puncak, Perdana Menteri Inggris Bebaskan Warganya Untuk Tak Pakai Masker

Jasanya tidak digunakan lagi sejak Indonesia merdeka. Ketidakadilan itu menguat sampai kemiskinan menderanya. Jalan pintas pun diambil. Kusni mulai menjajal dunia shadow. Karier kriminalnya mentereng. Apalagi kala Kusni memimpin perampokan fenomenal ke Museum Gajah.

Kusni yang bernama asli Waluyo itu pada tahun 1960-an, dengan sepucuk pistol menembak seorang keturunan Arab kaya raya bernama Ali Bajhened, kemudian namanya makin berkibar sebagai pencuri benda seni saat dia merampok Museum Nasional yang akrab disebut Museum Gajah pada 31 Mei 1961. Kusni menyamar dengan mengenakan seragam polisi, masuk ke museum, menyandera pengunjung dan menembak mati seorang petugas museum. 11 Permata koleksi museum dibawa lari.

Kusni kemudian ditangkap saat menjual permatanya di Semarang. Kusni, konon, membagikan harta rampokannya pada orang-orang miskin hingga dia dijuluki 'Robin Hood Indonesia'. Kusni kemudian dijatuhi hukuman mati atas kejahatan yang dilakukannya pada 16 Februari 1980 di dekat kota Gresik, Jawa Timur.

Baca Juga: Selama 7 Hari Prancis Selalu Catat Rekor Kasus Covid-19 dalam Setiap Harinya, Rabu Lalu 436.000 Lebih Kasus

  1. Suradji (Dukun AS)

Bagi warga Sumatera Utara, Suradji bukan sembarang orang. Ia, yang biasa akrab disapa Dukun AS, adalah tersangka pembunuhan berantai dengan korban tewas sebanyak 42 orang. Semua korbannya adalah perempuan.

Aksi keji itu ia lakukan dalam kurun waktu 1986-1994 di Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Motif pembunuhan didasari klaim Suradji atas wangsit dari mendiang ayah yang memerintahkannya untuk membunuh 70 perempuan agar jadi sakti mandraguna.

Suradji tertangkap pada 1 Mei 1997, setelah itu ia divonis mati oleh Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Deli Serdang, kuasa hukum Dukun AS mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung tiga tahun kemudian. Upaya kasasi itu ditolak. Pada 2004, dibantu Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Dukun AS melayangkan grasi ke presiden. Hasilnya: grasi ditolak pada 27 Desember 2007.

Upaya hukum yang diajukan tim Dukun AS pada akhirnya sia-sia. Pada 10 Juli 2008, tiga peluru dari Brigadir Mobil (Brimob) Polda Sumatera Utara menembus dadanya. Dukun AS tewas di tempat.

Baca Juga: Merindu Cahaya de Amstel: Film Religi yang Diwarnai Konflik Percintaan, Berikut Sinopsisnya, Tayang Hari Ini!

  1. Rio Alex Bullo (Rio Martil)

Pelaku pembunuhan berantai kurun 1997-2001, Rio Alex Bullo alias Rio Martil menghembuskan nyawa terakhir di depan regu tembak pada 7 Agustus 2008. Dia ditembak mati di tempat yang dirahasiakan di sebuah desa kecil di sekitar Purwokerto, Jateng. Sebelumnya, dia mendekam di LP Pasir Putih di Pulau Nusakambangan, Cilacap.

Aksi brutal Rio dilakukan dengan bermodal martil. Perbuatan Rio itu membuat dirinya mendapat julukan 'Rio Martil'. Julukan Rio Martil itu muncul karena dirinya menghabisi nyawa para korban dengan memukul kepala korban menggunakan martil.

Rio menghidupi dirinya dengan menjual surat-surat kendaraan palsu. Setelah menikah, dia beralih pekerjaan sebagai pencuri mobil, sedangkan pada istrinya dia mengaku berjualan pakaian.

Baca Juga: Program Minyak Goreng Satu Harga Dinilai Kurang Tepat Sasaran, Ini Alasannya! Indef: Taruhannya Penguasa

Pada 12 Januari 2001, Rio menghabisi Jeje Suraji di Baturaden, Banyumas. Dia menggondol sedan Timor milik Jeje yang disewanya dari Bandung.

Ini merupakan akhir petualangan pembunuh brutal ini. Hotel prodeo menjadi tempat tinggalnya setelah dijatuhi hukuman mati pada 2001.

Ketika mendapat hukuman maksimal itu, Rio bertekad untuk bertobat. Pada Agustus 2004, Rio dipindahkan ke Nusakambangan.

Namun dalam hotel prodeo pun Rio tetap belum bertobat, ia menghabisi kepala guru mengajinya  ke tembok sel, tanpa sang martil maut.

Dengan catatan kelam Rio, akhirnya timah panas tim eksekutor menembus dadanya pada 8 Agustus 2008 dini hari. Jenazah Rio Alex Bulo dimakamkan di TPU Desa Kejawar, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Wilayah Jawa Barat Kamis, 20 Januari 2022, Waspada Hujan Sepanjang Hari

  1. Amrozi cs

Abdul Aziz alias Imam Samudra, Ali Gufron alias Mukhlas, dan Amrozi merupakan pelaku Bom Bali I yang meledak 12 Oktober 2002. Kejadian itu menewaskan 202 orang, terdiri atas 164 orang asing dan 38 orang Indonesia, serta melukai 209 orang dimulai Sabtu, 8 November 2002.

Perjalanan mereka menghadap eksekutor terasa begitu panjang. Walaupun vonis hukuman mati telah berlaku tetap semenjak 2003, pelaksanaan hukuman tertunda berkali-kali karena tim pengacara mereka berusaha mengajukan sejumlah keberatan. Pertama kali yang dilakukan adalah melakukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus ini.

Sebelum pelaksanaan hukuman tim pengacara sempat menyatakan akan membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional.

Semula dinyatakan, pelaksanaan eksekusi dilakukan sebelum bulan Ramadhan tahun 2008, namun kemudian ditunda, diduga dengan alasan belas kasihan. Pelaksanaan menjadi jelas sejak tanggal 5 November 2008 setelah ketiganya dipindah ke ruang pengamanan maksimum dan diberitahu bahwa paling lama dalam 3 kali 24 jam akan segera dieksekusi.

Baca Juga: Inter Milan vs Empoli 3-2, Pertandingan Memikat dan Dramatis, Inter Sambut Perempat Final Liga Italia

Dalam seluruh proses mereka meminta agar mata mereka tidak ditutup. Tidak ada perlawanan yang mereka lakukan. Iring iringan mobil mulai berangkat dari LP Batu, Nusa Kambangan sejak pukul 23.15 WIB menuju lokasi eksekusi di bekas LP Nirbaya, sekitar 6 km ke arah selatan Lapas Batu. Ketiganya dinyatakan meninggal sekitar pukul 00.15 WIB.

  1. Tibo cs

Kasus Tibo adalah sebuah kasus mengenai penyelesaian Kerusuhan Poso. Tibo sendiri merupakan salah satu terdakwa dari tiga terdakwa dalam kasus ini.

Tiga orang terdakwa dalam kasus ini adalah Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu. Mereka ditangkap pada Juli dan Agustus 2000. Mereka dijatuhi vonis mati pada April 2001 di Pengadilan Negeri Palu, dan ditegaskan kembali dengan Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara pada 17 Mei 2001.

Pengadilan memutuskan bahwa mereka bersalah atas tuduhan pembunuhan, penganiayaan, dan perusakan di tiga desa di Poso, yakni Desa Sintuwu Lemba, Kayamaya, dan Maengko Baru.

Baca Juga: Program Minyak Goreng Satu Harga Dinilai Kurang Tepat Sasaran, Ini Alasannya! Indef: Taruhannya Penguasa

Kasus vonis mati mereka menimbulkan banyak kontroversi sehingga menyebabkan rencana vonis mati mereka tertunda beberapa kali. Ketiganya dieksekusi mati pada dinihari 22 September 2006 di Palu.

Itulah 5 kisah eksekusi mati yang sempat menjadi sorotan warga di Indonesia.***

 

Editor: Noval Anwari Faiz


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x