GALAJABAR - Kasus Habib Rizieq Shihab (HRS) mengenai kerumunan dan lainnya masih berlanjut hingga saat ini.
Dian Adriawan selaku ahli hukum pidana yang dihadirkan sebagai saksi ahli dari pihak terdakwa turut buka suara.
Dian Adriawan mengatakan HRS tidak perlu dipidana apabila sudah membayar denda pelanggaran protokol kesehatan.
"Apabila sudah membayar denda tidak bisa lagi diterapkan pidana kepada pihak yang melanggar protokol kesehatan tersebut," kata Dian dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis, 6 Mei 2021.
Baca Juga: Penyekatan di Bundaran Cibiru, Tak Pandang Bulu Kendaraan Berpelat Merah pun Diperiksa
Menurut Dian, Pasal 160 KUHP tentang penghasutan yang digunakan jaksa dalam mendakwa HRS dengan Pasal 93 UU RI adalah dua hal terpisah.
"Pasal 160 dan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan itu sebenarnya dua hal yang terpisah. Jadi harus dibuktikan satu-satu yang mana dapat terpenuhi unsur deliknya,” ujarmya.
Jadi, Dian menjelaskan, kedua peraturan ini tidak bisa digabungkan.
Baca Juga: Terus-menerus WNA Cina Masuk Indonesia, Mardani Ali Sera: Jangan Diskriminasi dan Tebang Pilih Gini
“Jadi tidak bisa digabungkan pasal 160 yang tadi dikatakan pasal penghasutan, itu delik materiil yang artinya harus bisa dibuktikan akibatnya," sambungnya.
Lebih lanjut Dian menjelaskan mengenai pasal 160 KUHP.
"Pasal 160 di situ dijelaskan perbuatan yang dilakukan di muka umum, kemudian secara lisan atau tulisan. Di sini menghasut supaya melakukan tindak pidana. Pidananya itu ada kejahatan, misalnya pada kerumunan tersebut ada upaya merusak suatu bangunan," papar Dian.
Berangkat dari hal ini, menurutnya, urusan sanksi yang diberikan kepada HRS itu sudah selesai karena sudah dikenakan denda.
"Sedangkan kalau pelanggaran, pelanggaran di sini kan delik UU, bukan sesuatu yang jahat. Itu langsung dikenakan sanksi denda. Jadi sebenarnya sudah selesai urusan sanksi yang diberikan kepada pelaku kerumunan," tandasnya.
Diketahui, pihak HRS telah melakukan pembayaran denda sebesar Rp50 juta terkait pelanggaran protokol kesehatan.
Namun, Suparman Nyompa selaku majelis hakim menolak eksepsi tersebut.
"Pembayaran denda bersifat administratif dari pemerintah DKI Jakarta, bukan sanksi dari lembaga peradilan," ujar Suparman Nyompa. (Penulis: Muhammad Ibrahim)***