Belajar dari UU Cipta Kerja, Presiden: Komunikasi Publik tentang Vaksin Covid-19 Harus Baik

19 Oktober 2020, 13:15 WIB
PRESIDEN Joko Widodo (kiri) didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kanan) memimpin rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu, 30 Oktober 2019. Ratas tersebut membahas penyampaian program dan kegiatan di bidang perekonomian. (ANTARA FOTO) /

GALAJABAR - Respons negatif dari masyarakat terhadap Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) tidak boleh tercipta lagi terkait vaksin Covid-19. 

Hal itu dikatakan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas dengan topik "Antisipasi Penyebaran Covid-19 Saat Libur Panjang Akhir Oktober Tahun 2020" yang dihadiri para menteri kabinet Indonesia Maju, di Istana Merdeka, Senin, 19 Oktober 2020.

Oleh karena itu, Jokowi meminta jajarannya menyiapkan komunikasi publik yang baik.

 "Vaksin ini saya minta jangan tergesa-gesa, karena sangat kompleks, menyangkut nanti persepsi di masyarakat kalau komunikasinya kurang baik bisa kejadian seperti UU Cipta Kerja," kata Presiden Joko Widodo, seperti dikutip galajabar dari Antara News.

 

Seperti diberitakan, pasca pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR RI, terjadi demonstrasi penolakan besar-besaran setidaknya di 18 provinsi oleh buruh, mahasiswa, dan anggota masyarakat lainnya, pada 8 Oktober 2020. Bahkan, terjadi kerusuhan di beberapa tempat dalam aksi unjuk rasa itu.   

 

"Saya minta benar-benar disiapkan mengenai vaksin, mengenai komunikasi publik terutama yang berkaitan halal dan haram, berkaitan dengan harga, berkaitan dengan kualitas, berkaitan dengan distribusi seperti apa," kata Jokowi.

Meski demikian, imbuh Jokowi, juga bukan akhirnya membuka semua data pemerintah kepada masyarakat.

"Meski tidak semuanya harus kita sampaikan ke publik, harga ini juga tidak harus kita sampaikan ke publik," katanya.

Implementasi, ujarnya, merupakan titik kritis dari vaksinasi.

"Jangan menganggap mudah implementasi, tidak mudah, prosesnya seperti apa? Siapa yang pertama disuntik terlebih dulu? Kenapa dia? Semua harus dijelaskan betul ke publik, proses-proses komuniksi publik ini yang betul-betul disiapkan," ungkap Presiden.

Menurutnya, tujuan dari komunikasi publik yang baik agar tidak ada lagi isu vaksin yang dapat diplintir.

 "Siapa yang (mendapat vaksin secara) gratis, siapa yang mandiri? Harus dijelaskan, harus detail, jangan nanti dihantam oleh isu, diplintir kemudian kejadiannya bisa masyarakat demo lagi karena memang masyarakat sekarang ini dalam posisi yang sulit," ujarnya.

Presiden Jokowi juga meminta ada pembagian tugas antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian BUMN dalam pengerjaan vaksin tersebut.

"Juga perlu saya ingatkan dalam pengadaan vaksin ini mestinya harus segera jelas, kalau menurut saya untuk vaksin yang gratis, untuk rakyat, urusan Menteri Kesehatan, untuk yang mandiri, yang bayar itu urusannya BUMN," ujarnya.

Presiden Jokowi pada 5 Oktober 2020 telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No. 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

 Pasal 1 ayat 2 disebutkan cakupan pelaksanaan pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 meliputi:
a. pengadaan vaksin Covid- 19;
b. pelaksanaan vaksinasi Covid- 19;
c. pendanaan pengadaan Vaksin Covid- 19 dan pelaksanaan vaksinasi Covid- 19; dan
d. dukungan dan fasilitas kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.

Waktu vaksinasi sendiri adalah mulai 2020-2022.

Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah sudah mengamankan pengadaan vaksin Covid-19 untuk 135 juta warga dengan jumlah vaksin sekitar 270 juta dosis.

Sasaran penerima vaksin Covid-19 nantinya sebanyak 160 juta orang dengan vaksin yang harus disediakan adalah 320 juta dosis vaksin dengan rinciansebagai berikut.

1. Medis dan paramedis "contact tracing", pelayanan publik TNI/Polri, aparat hukum sejumlah 3.497.737 orang dengan kebutuhan vaksin 6.995.474 dosis
2. Masyarakat (tokoh agama/masyarakat), perangkat daerah (kecamatan, desa, RT/RW) sebagian pelaku ekonomi berjumlah 5.624.010 orang dengan jumlah vaksin 11.248.00 dosis
3. Seluruh tenaga pendidik (PAUD/TK, SD, SMP, SMA dan sederajat perguruan tinggi) sejumlah 4.361.197 orang dengan jumlah vaksin 8.722.394 orang.
4. Aparatur pemerintah (pusat, daerah dan legislatif) sejumlah 2.305.689 orang dengan total vaksin 4.611.734 dosis
5. Peserta PBJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) sejumlah 86.622.867 orang dengan kebutuhan vaksin 173.245.734 dosis
6. Masyarakat dan pelaku perekonomian lain berusia 19-59 tahun sebanyak 57.548.500 orang dengan kebutuhan vaksin 115.097.000 dosis. ***

Editor: Noval Anwari Faiz

Tags

Terkini

Terpopuler