Doa Perjalanan Jauh dan 3 Anjuran dalam Islam saat Perjalanan Mudik Lebaran

6 April 2023, 16:20 WIB
Membaca doa perjalanan uauh, dan 3 anjuran mudik lainya dalam Islam  /Antara/

 

GALAJABAR -  Saat mudik sebaiknya kita membaca doa perjalanan jauh terlebih dahulu seperti yang diajarkan Rasulullah SAW. Mudik lebaran menjadi momen yang ditunggu oleh kebanyakan orang. Pasalnya, walaupun sudah hidup dengan baik di perantauan, tapi bagi sebagian besar kampung halaman merupakan rumah yang selalu dirindukan. .

Rasa cinta dan rindu akan kampung halaman, juga dirasakan oleh Rasulullah SAW, yang mana selalu merindukan tempat kelahirannya Mekkah saat ia sudah berhijrah ke Madinah. Kerinduannya dapat dilihat pada riwayatkan Ibnu Abbas dalam hadis riwayat al-Tirmidzi. 

“Alangkah indahnya dirimu (Makkah). Engkaulah yang paling kucintai. Seandainya saja dulu penduduk Mekah tidak mengusirku, pasti aku masih tinggal di sini.” (HR al-Tirmidzi).

Orang yang mudik Lebaran dengan tata cara islami, ialah orang yang bepergian dan dalam perjalanan mengetahui tempat yang dituju. Dalam istilah fiqih, orang yang bepergian atau dalam perjalanan disebut sebagai musafir. 

Baca Juga: DOWNLOAD MP3 Takbiran Lebaran 2023 Enak Didengar dan Merdu Background Suasana Masjidil Haram

Anjuran Saat Mudik Lebaran

Dilansir MUI, terdapat 3 anjuran dalam Islam saat perjalanan mudik lebaran yang hendaknya dapat diperhatikan, diantaranya sebagai berikut:

1. Membaca doa perjalanan jauh

Pemudik dianjurkan untuk memohon kepada Allah SWT selama melakukan perjalanan agar selamat sampai tujuan. Berikut merupakan doa perjalanan jauh dibacakan oleh Rasulullah Saw, saat berpergian:

اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِى الأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِى الْمَالِ وَالأَهْلِ

“Ya Allah, Engkau adalah teman dalam perjalanan dan pengganti dalam keluarga. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesulitan perjalanan, kesedihan tempat kembali, doa orang yang teraniaya, dan dari pandangan yang menyedihkan dalam keluarga dan harta.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).

2. Diperbolehkan meringkas shalat

Perjalanan yang telah mencapai kurang lebih 89 Kilometer (88,704 Km), maka diperbolehkan untuk meringkas sholat atau menggabungkan dua shalat dalam satu waktu. Seperti yang disampaikan dalam firman Allah SWT dalam An Nisa ayat 101, “Ketika kalian bepergian di bumi, maka bagi kalian tidak ada dosa untuk meringkas sholat.”

Shalat yang dapat diringkas (qashar shalat) hanyalah yang memiliki rakata dengan bilangan empat seperti Asar dan Isya, yang kemudian diringkas menjadi dua rakaat.

Baca Juga: Jadwal Imsakiyah dan Buka Puasa Ramadhan 2023 Hari Ini: Binjai, Gunungsitoli, Medan, Padangsidimpuan

Sedangkan shalat yang menggabungkan dua shalat (jama’ shalat) dalam satu waktu hanya sholat Dzuhur digabung Ashar, dan Magrib yang digabung Isya. sedangkan subuh tidak bisa.

 “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjamak antara sholat Dzuhur dan Ashar di Madinah bukan karena bepergian juga bukan karena takut. Saya bertanya: Wahai Abu Abbas, mengapa bisa demikian? Dia menjawab: Dia (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya.” (HR Ahmad).

3. Boleh tidak berpuasa

Bila seseorang melakukan perjalanan yang jauh dengan batas jarak tempuh 89 Kilometer sama halnya meringkas sholat, Ia diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Tapi tetap puasa wajib digantikan setelah bulan ramadhan. 

…Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain…” (QS Al Baqarah ayat 185).

Dalam kitab fiqih ulama banyak yang menjelaskan ketentuan boleh tidaknya seseorang yang sedang dalam perjalanan tidak berpuasa. Misalnya diantaranya disebutkan sebagai berikut, “Dan dibolehkan meninggalkan berpuasa bagi seorang musafir dengan perjalan yang jauh dan diperbolehkan (mubah).

Baca Juga: Mudik Lebaran 2023 Lewat Tol Dapat Diskon! Berlaku di Tanggal Ini

Bila dengan berpuasa seorang musafir mengalami mudharat maka lebih utama ialah berbuka, tapi apabila tidak maka lanjutkanlah berpuasa.

Selain itu, dalam kitab al-Muhtaj juga dijelaskan mengenai boleh tidaknya berpuasa saat di perjalanan. 

“Bila seseorang berniat puasa dan melakukan perjalanan pada malam hari, bila sebelum terbitnya fajar ia telah melewati batasan yang ditetapkan dalam bab shalatnya musafir maka ia boleh berbuka, bila tidak maka tidak boleh berbuka.” (Muhammad Khatib As-Syarbini, Mughn al-Muhtaj, juz 1, hal. 589).

 
 
Editor: Lina Lutan

Sumber: MUI.OR.ID

Tags

Terkini

Terpopuler