Waduh! Ternyata Tinta Cumi-Cumi Pernah Menimbulkan Polemik di Kalangan Para Ulama, Ada Apa Ya?

- 8 Maret 2021, 10:47 WIB
Cumi-cumi.
Cumi-cumi. /Unsplash/John Cameron

  GALAJABAR – Dalam ajaran agama Islam, cumi-cumi merupakan salah satu hewan laut yang halal untuk dikonsumsi.
Pada setiap hidangan berbahan dasar cumi-cumi, kita pasti seringkali melihat tinta cumi-cumi yang berwarna hitam menempel di permukaan daging cumi-cumi.
Tidak hanya menempel di permukaan daging, kita pasti seringkali menemukan tinta cumi-cumi yang dijadikan sebagai pelengkap kenikmatan makan bagi sebagian orang.
Dilansir Galajabar dari laman islam.nu.or.id, 8 Maret 2021, tinta cumi-cumi ini ternyata pernah menimbulkan polemik di kalangan para ulama terkait status najis atau tidaknya tinta cumi-cumi.
Para ulama yang berpandangan bahwa tinta cumi-cumi itu bersifat suci didasari pada ketentuan bahwa tinta cumi-cumi merupakan cairan khusus yang digunakan cumi-cumi untuk bersembunyi dari hewan laut yang akan memangsanya.

Baca Juga: Terkait Impor Beras 1 Juta Ton, Andi Akmal Kritisi Pemerintah: Hasil Tanam Tahun Ini Membaik, Kok Impor Terus?


Oleh karena itu, tinta cumi-cumi tidak dapat disamaratakan dengan kotoran-kotoran yang terdapat di dalam ikan yang memang bersifat najis.
Penjelasan tesebut terdapat dalam kitab Bulghah at-Thullab halaman 106.
“Warna hitam yang ditemukan di sebagian jenis ikan merupakan sebagian persoalan yang diperselisihkan apakah termasuk kategori cairan yang keluar dari bagian dalam ikan sehingga tergolong najis, atau bukan dari bagian dalam sehingga dihukumi suci. Hendaknya bagi orang yang berakal agar memperdalam permasalahan ini karena termasuk suatu hal yang berhubungan dengan realitas. Aku (pengarang) berkata cairan hitam ini jika memang berasal dari bagian dalam maka lebih serupa dengan muntahan sehingga dihukumi najis, jika tidak dari dalam maka serupa dengan air liur sehingga dihukumi suci.
Sebagian guruku pernah berkata: “cairan hitam ini merupakan sesuatu yang diciptakan oleh Allah pada hewan yang memilikinya untuk dijadikan tameng agar dapat berlindung dari makhluk laut yang lebih besar. Ketika terdapat makhluk laut besar yang akan memangsanya maka ia mengeluarkan cairan hitam ini agar dapat bersembunyi. Maka cairan hitam ini tidak dapat disamakan dengan muntahan ataupun air liur, sebab cairan hitam ini adalah sesuatu yang menjadi ciri khas hewan ini, sehingga dihukumi suci” (Syekh Thaifur Ali Wafa, Bulghah at-Thullab, hal. 106)

Baca Juga: Anggun Kangen Magrib di Jakarta dan Ingin Pulang ke Indonesia


Sementara itu, para ulama yang berpandangan bahwa tinta cumi-cumi itu bersifat najis didasari pada ketentuan bahwa segala sesuatu yang tergolong bagian dalam hewan dan bukan merupakan juz dari hewan maka dihukumi najis.
Berdasarkan pandangan mereka, tinta cumi-cumi ini tergolong cairan yang keluar dari bagian dalam cumi-cumi, bukan dari bagian luar.
Penjelasan tersebut terdapat dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin halaman 15.
“Cairan hitam yang ditemukan pada sebagian makhluk laut dan bukan merupakan daging ataupun darah dihukumi najis. Sebab teks dalam kitab Tuhfah menegaskan bahwa sesungguhnya setiap sesuatu yang berada di bagian dalam adalah sesuatu yang bukan termasuk dari juz (juz/organ) hewan dan dihukumi najis, termasuk cairan hitam ini, karena alasan yang telah dijelaskan. Sebab cairan hitam ini sejatinya adalah darah atau serupa (dengan darah).” (Syekh Abdurrahman bin Muhammad Ba’lawi, Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 15)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua pendapat tersebut sama-sama dapat digunakan oleh masyarakat secara umum. Wallahu a’lam. ***

Editor: Digdo Moedji


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah