Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 17)

21 Mei 2021, 10:57 WIB
GUNUNG Fuji.* /PIXABAY
 

GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya, Tsukiyama mengetahui apa yang akan terjadi pada dirinya dan ia tidak akan melawan takdir.

Ia sudah terlanjur melakukan sesuatu yang salah meski dengan niat yang benar. Tsukiyama akan melakukan apa pun demi kebahagiaan Nobuyasu dan Putri Kame.

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.  

Tsukiyama terhenti saat ia mendengar suara gemuruh. Ia tahu itu adalah suara derap kaki yang setara dengan satu pasukan. Meski tidak begitu banyak, Tsukiyama tahu akan ada orang penting yang datang ke Istana Tokugawa.

Baca Juga: Diancam! Alya Rencanakan untuk Membungkam Kevin pada Sinetron Buku Harian Seorang Istri 21 Mei 2021

Tsukiyama bisa melihat banyak pelayan dan penjaga yang mulai keluar dari ruangan mereka. Beberapa dari mereka berhenti melakukan pekerjaan mereka dan berbisik-bisik membicarakan apa yang terjadi.

“Ibunda,” panggil seseorang.

Tsukiyama berbalik, mendapati putranya, Nobuyasu berjalan mendekatinya. Di belakang Nobuyasu, Junpei dan seorang ajudan Nobuyasu mengikutinya.

“Nobuyasu, apa sesuatu baru saja terjadi?” tanya Tsukiyama saat melihat wajah kecut putranya.

Baca Juga: Alami Kerusuhan Sipil yang Tewaskan 15 Orang, Kolombia Batal Jadi Tuan Rumah Copa America

Nobuyasu menghela napas kasar seperti sedang menggerutu. “Istriku menghilang sejak pagi buta tadi. Aku bertanya pada kedua putriku, tapi keduanya tidak tahu kemana ibu mereka pergi.”

Tsukiyama mengerutkan keningnya. Firasatnya semakin menguat saat derap langkah yang bergemuruh itu semakin terdengar mendekat. “Kalau begitu, gemuruh ini…” lirihnya.

“Tuan Nobuyasu! Nyonya Tsukiyama!”

Salah satu pengikut Ieyasu segera berlutut di hadapan Tsukiyama dan Nobuyasu. “Tenangkan dirimu dan bicaralah!” titah Nobuyasu dengan tegas.

Baca Juga: Benjamin Natanyahu Luluh, Israel - Palestina Sepakati Gencatan Senjata Setelah 11 Hari Pertempuran

“Dia tidak perlu menjelaskan apa pun!”

Nobuyasu dan Tsukiyama langsung mendongak. Alangkah terkejutnya mereka saat mendapati seseorang bersama pasukan kecil dibelakangnya berdiri dengan tegak dan tak gentar di hadapannya.

Namun, satu hal yang Tsukiyama tahu, semuanya sudah jelas. Ia tahu firasat yang selama ini ia rasakan akan benar-benar terjadi. “Tuan… Nobunaga,” lirih Tsukiyama, menatap pria yang ada di hadapannya.

Manik Tsukiyama memang tidak menunjukan rasa takut sedikit pun. Tapi, maniknya itu justru dipenuhi dengan kekhawatiran, bukan pada dirinya sendiri, melainkan pada anak-anak dan suaminya.

Baca Juga: Hamas Klaim Kemenangan Atas Israel, PBB: Gaza Bagian Integral dari Negara Palestina


Bukan Oda Nobunaga, si pemimpin tiran yang Tsukiyama lihat di hadapannya itu, melainkan sosok lain. Tsukiyama melihat sosok malaikat maut dengan sabit kematiannya. Ia tahu, malaikat itu datang untuk menjemput seseorang yang bukan lain adalah dirinya.

“Tuan Nobunaga, apa yang Anda lakukan di Istana Tokugawa?” tanya Nobuyasu pada ayah mertuanya.

“Aku? Aku kebetulan melewat dan berniat untuk bertemu dengan putri dan cucuku,” ujarnya sedikit santai namun masih terdengar dingin.

Baca Juga: Minta Warga Manfaatkan Layanan Polisi 110, Ridwan Kamil: Tidak untuk Main-main atau Laporan Palsu

Hati Nobuyasu langsung terasa berat dan perasaannya langsung memburuk. Daripada mengkhawatirkan dirinya, Nobuyasu justru lebih mengkhawatirkan Tsukiyama, ibunya sendiri. Tangan Nobuyasu sudah memegang genggaman pedangnya, bersiap jika sewaktu-waktu ia atau ibunya diserang oleh sang mertua.

“Nobuyasu, tidak baik menyambut tamu seperti itu. Apalagi jika tamu itu adalah ayah mertuamu!”

Nobuyasu dan Tsukiyama langsung berbalik, mendapati Ieyasu ditemani dengan putri sulungnya, Putri Kame.

“Suamiku,” lirih Tsukiyama.

Baca Juga: LUAR BIASA ! Kerugian Negara Akibat Korupsi di PT Asabri Capai Rp 22 Trliun, Setara dengan 10 Kali APBD KBB

“Ayahanda,” dan Nobuyasu menggerutu.

Putri Kame terhenti di samping Tsukiyama, selagi Ieyasu maju ke depan dan berdiri tidak jauh di depan Nobuyasu. Ieyasu tetap menjaga jarak dengan Nobunaga. Ia juga sama waspadanya dengan Nobuyasu dan yang lainnya.

“Selamat datang di Istana Tokugawa, Nobunaga. Apa perlu aku siapkan ruangan untukmu?” sambut Ieyasu sedikit lebih sopan. Ia tidak perlu menggunakan istilah ‘Tuan’ saat sedang bersama Nobunaga, mengingat ia adalah salah satu teman masa kecil si pemimpin tiran tersebut.

Baca Juga: Lupa Mematikan Kompor, Api Membakar Rumah Warga di Cimahi

“Tidak perlu repot-repot, Ieyasu. Aku tidak akan lama.” Nobunaga tiba-tiba mengalihkan pandangannya pada Tsukiyama.

“Aku hanya ingin meminta pertanggungjawaban seseorang.” (Penulis: Sadrina Suhendra)***

Editor: Noval Anwari Faiz

Tags

Terkini

Terpopuler