Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 5)

- 2 Mei 2021, 14:33 WIB
GUNUNG Fuji.*
GUNUNG Fuji.* /PIXABAY
 
GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya, Tsukiyama tidak sengaja mendengarkan pembicaraan putra dan menantunya. Ia dibuat terkejut dengan fakta bahwa Putri Toku tidak bisa mengandung setelah melahirkan putri keduanya.

Rasa khawatir akan keselamatan dan martabat Ieyasu dan Nobuyasu membuat Tsukiyama harus menahan sesak sendirian. Apa yang akan ia lakukan? Sekali lagi, apa ini yang sejarah katakan tentang kematian istri sah dan putra sulung dari Tokugawa Ieyasu?

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.
 
Baca Juga: Ini Tiga Item Fesyen Lebaran yang Paling Diburu

“Sampaikan ini pada Putri Nishigori. Dia mungkin akan berada di Azuchi hingga besok malam.” Tsukiyama masih sedikit sibuk dengan beberapa tugasnya sebagai seorang istri sah dari Ieyasu. Kekhawatiran yang ia rasakan semalam berhasil ia singkirkan untuk beberapa saat.

“Ibunda, sepertinya kau sedang sangat sibuk,” sapaan seseorang membuat Tsukiyama tersentak dan segera mendongak.

“Kame, kau suka sekali membuat ibumu ini terkejut!” omel Tsukiyama pada orang yang ternyata adalah putrinya, Putri Kame.
 

“Maafkan aku!” kekehnya dengan senyuman manis. Tapi, senyuman itu hilang seketika. Ia sedikit mendekatkan dirinya pada Tsukiyama, memastikan orang lain tidak mendengarnya. “Ibunda sudah dengar?” tanya Kame.

“Dengar apa?”

“Aku mendengar perbincangan tentang Ayahanda dan Ibunda Masako.” Tsukiyama mengerutkan keningnya saat putrinya itu menyebutkan nama selir suaminya. Lebih tepatnya, selir yang paling Ieyasu sayangi, bahkan melebihi sayang Ieyasu pada dirinya sebagai seorang istri sah.
 
“Katanya, Ayahanda akan membawa Ibunda Masako dan anaknya yang baru lahir kemari. Ah, perbedaan umurku dan adikku nanti akan sangat jauh! Ini memalukan! Aku akan sangat canggung!”
 

Tsukiyama mampu mendengar nada khawatir, takut, dan tidak nyaman dalam setiap kalimat putrinya. Benar, Tokugawa Hidetada atau putra ketiga suaminya dengan Nyonya Saigo memiliki perbedaan usia yang jauh dengan Nobuyasu dan Kame. Nobuyasu dua puluh tahun lebih tua dari setengah adik bungsunya itu.

Nyonya Saigo atau Masako adalah selir kesayangan Ieyasu. Ia memang seharusnya tinggal satu istana dengan Tsukiyama dan Ieyasu. Namun Ieyasu ingin selirnya itu melahirkan di kastil lain dengan penjagaan yang lebih ketat dan jauh lebih aman. Karena itu, berita kembalinya Masako ke Istana Tokugawa cukup menghebohkan seisi istana.

Manik indah dan hangat Tsukiyama teralihkan oleh sesuatu. Di kejauhan taman Istana Tokugawa, ia melihat putranya, Nobuyasu bersama sang istri dan kedua putrinya.
 

Tsukiyama bisa melihat senyuman bahagia Putri Toku yang sedang menikmati waktunya di taman bersama Nobuyasu. Tsukiyama menyadari sesayang apa Nobuyasu pada istridan putri-putrinya. Meski ia tidak menyukai menantunya itu karena telah mencuri banyak waktu putranya darinya, Tsukiyama sadar bahwa Nobuyasu tetap bahagia saat bersama Putri Toku. Nobuyasu masih bisa tersenyum tulus di tengah kesibukannya sebagai calon penerus Klan Tokugawa.

Bagi seorang ibu, itu hal yang cukup, bukan? Harusnya itu hal yang cukup. Kesedihan dan perasaan kelabunya bukan hal yang serius saat sudah melihat anak-anaknya bisa tersenyum bahagia.

“Apa… Ibunda tidak sedih?” tanya Putri Kame, membuat Tsukiyama kembali memfokuskan perhatiannya pada putrinya. “Maksudku, selama ada Ibunda Masako, Ibunda jadi kesulitan menghabiskan waktu dengan Ayahanda. Apa Ibunda tidak keberatan?”  (Penulis: Sadrina Suhendra)***

Editor: Noval Anwari Faiz


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x