Menyambut Hari Anak Sedunia, Apa dan Bagaimana dengan Anak-Anak Indonesia?

- 19 November 2020, 17:06 WIB
Sejumlah relawan mengajar anak-anak saat sekolah darurat pengungsi Merapi di tempat pengungsian Balai desa Deyangan, Mertoyudan, Magelang, Jateng, Senin(16/11/2020). Kegiatan belajar yang dilaksanakan di tempat pengungsian agar anak-anak pengungsi tidak ketinggalan pelajaran sekaligus sebagai sarana menghilangkan kejenuhan. ANTARA FOTO/Anis Efizudin/hp.
Sejumlah relawan mengajar anak-anak saat sekolah darurat pengungsi Merapi di tempat pengungsian Balai desa Deyangan, Mertoyudan, Magelang, Jateng, Senin(16/11/2020). Kegiatan belajar yang dilaksanakan di tempat pengungsian agar anak-anak pengungsi tidak ketinggalan pelajaran sekaligus sebagai sarana menghilangkan kejenuhan. ANTARA FOTO/Anis Efizudin/hp. /ANIS EFIZUDIN/ANTARA FOTO

 

Besok, 20 November 2020, dunia akan merayakannya sebagai Hari Anak Sedunia. Dilansir dari situs un.org, Hari Anak Sedunia pertama kali ditetapkan pada tahun 1954 sebagai Hari Anak Universal (Universal Children's Day)  dan dirayakan pada 20 November.

Setiap tahun, 20 November dijadikan momen untuk mempromosikan kebersamaan internasional, kesadaran di antara anak-anak di seluruh dunia, dan meningkatkan kesejahteraan anak.

Tanggal 20 November merupakan tanggal penting karena pada 1959, Majelis Umum PBB mengumumkan Deklarasi Hak Anak. Lalu pada tahun 1989, pada tanggal dan bulan yang sama, Sidang Umum PBB mengadopsinya sebagai Konvensi Hak Anak.

Baca Juga: Gara-Gara Warna Rambut, Striker Persib, Zulham Zamrun Disebut Mirip Bintang Argentina, Sergio Aguero

Sejak tahun 1990, Hari Anak Sedunia juga menandai peringatan tanggal Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi dan Konvensi tentang hak-hak anak.

Para ibu dan ayah, guru, perawat dan dokter, pemimpin pemerintahan dan aktivis masyarakat sipil, para pemuka agama dan komunitas, tokoh perusahaan dan profesional media, serta kaum muda dan anak-anak itu sendiri, dapat memainkan peran penting agar membuat Hari Anak Sedunia relevan bagi mereka, masyarakat, komunitas, dan bangsa.

Hari Anak Sedunia menawarkan kepada kita masing-masing pintu masuk yang penuh inspirasi untuk mengadvokasi, mempromosikan, dan merayakan hak-hak anak, yang diterjemahkan ke dalam dialog dan tindakan yang akan membangun dunia yang lebih baik bagi anak-anak.

Baca Juga: UMK Kabupaten Bandung Barat Direkomendasikan Naik 3,27 Persen

Tahun ini, krisis Covid-19 telah mengakibatkan krisis hak-hak anak. Biaya pandemi untuk anak-anak bersifat langsung dan, jika tidak ditangani, dapat berlangsung seumur hidup.

Sudah waktunya bagi semua generasi untuk berkumpul bersama untuk menata kembali dunia yang ingin kita ciptakan. Pada 20 November, anak-anak akan membayangkan kembali dunia yang lebih baik. Apa yang akan kita lakukan untuk mewujudkan hal itu.

Bagaimana dengan di Indonesia?

Merujuk pada buku Profil Anak Indonesia 2019 yang dilansir dari situs Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA), salah satu target pemerintah dalam mewujudkan Sustainable Development Goals (SDG) adalah penghapusan kemiskinan anak; tidak ada lagi anak-anak kekurangan gizi dan meninggal karena penyakit yang bisa diobati; menciptakan lingkungan yang ramah terhadap anak; memenuhi kebutuhan pendidikan anak khususnya pendidikan di usia dini; dan target lainnya.

Baca Juga: Inilah yang Harus Diberikan kepada Para Pelaku Wisata dan Ekonomi Kreatif... 

Salah satu yang krusial untuk ditangani di Indonesia adalah masalah kekerasan terhadap anak. Dikutip dari situs setneg.go.id, Presiden Joko Widodo mencatat adanya tren peningkatan kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan.

Dari data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, terjadi kenaikan yang signifikan jumlah kasus kekerasan anak di Indonesia dari tahun 2015 dengan tahun 2016.

"Kasus kekerasan pada anak yang dilaporkan pada tahun 2015 tercatat 1.975 dan meningkat menjadi 6.820 di 2016," kata Presiden, dalam rapat terbatas mengenai penanganan kasus kekerasan terhadap anak di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis, 9 Januari 2020.

Baca Juga: Rocky Gerung tentang Pemanggilan Anies Baswedan oleh Polisi: Presiden Tertipu oleh Pembantunya

Jokowi juga yakin kasus kekerasan terhadap anak ibarat fenomena gunung es, masih banyak kasus yang belum muncul ke permukaan.

Oleh karena itu, Presiden segera mengeluarkan instruksi mengenai penanganan kasus kekerasan terhadap anak. Langkah yang dilakukan pemerintah, imbunya, hendaknya memprioritaskan pada aksi pencegahan kekerasan.

"Prioritaskan pada aksi pencegahan kekerasan pada anak yang melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat," kata Presiden.

Baca Juga: Wapres: Vaksin Covid-19 Wajib Kantongi Izin BPOM dan Fatwa MUI

Dikutip dari unicef.org, hingga 2018, Indonesia memiliki populasi anak keempat terbanyak di dunia dengan jumlah 80 juta anak.

Dari data tahun 2018, sekitar 12 persen anak hidup di bawah garis kemiskinan. Proporsi anak yang rentan mengalami kemiskinan sangat besar karena banyak keluarga yang pendapatannya sedikit di atas garis kemiskinan.

Di bidang kesehatan, UNICEF juga mencatat masih tingginya angka stunting. Sekitar 29,9 persen anak Indonesia di bawah usia 24 bulan mengalami bentuk-bentuk stunting. Memang angkanya lebih rendah dari tahun sebelumnya, tetapi masih di atas rata-rata kawasan, yaitu 22 persen.

Baca Juga: Hore, Film Wonder Woman 1984 Tayang di Bioskop dan HBO Max 25 Desember Mendatang

Selain persoalan-persoalan di atas, masih banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia dalam  mengatasi masalah yang terjadi pada anak. Antara lain masalah anak jalanan dan anak telantar, perdagangan dan eksploitasi seksual, perkawinan usia anak, pekerja anak, dan anak yang berhadapan dengan masalah hukum. ***

 

 

 

 

Editor: Noval Anwari Faiz


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah