Rencana Pembangunan Jalan Tol Soreang-Ciwidey Dinilai tak Membawa Banyak Manfaat untuk Petani

11 Mei 2022, 18:40 WIB
Seorang petani sedang membajak lahan garapan. /Ziyan Muhammad Nasyith/Galajabar

GALAJABAR - Pemerintah Kabupaten Bandung mewacanakan rencana pembangunan Jalan Tol Soreang-Ciwidey-Pangalengan, untuk meningkatkan akses lalu lintas dan diharapkan bisa mendongkrak perekonomian dari sektor pertanian dan pariwisata di wilayahnya.

Namun, belakangan ini rencana yang digadang-gadang oleh Bupati Bandung, Dadang Supriatna itu menuai pro dan kontra dari sejumlah pihak, seperti pegiat/komunitas lingkungan, petani, dan lainnya.

Salah satunya Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Bandung, yang menilai bahwa pembangunan jalur bebas hambatan itu tidak akan membawa banyak manfaat terhadap petani khususnya.

Baca Juga: Arus Mudik Lebaran Berjalan Lancar, Ridwan Kamil Sampaikan Apresiasi Sinergi Semua Pihak

"Dari sisi pertanian tidak akan menguntungkan. Justru sebaliknya, akan semakin mempersempit luas lahan pertanian di kawasan Ciwidey dan Pangalengan," kata Ketua Departemen Litbang KTNA Kabupaten Bandung, Andri Ramdhani, saat dihubungi melalui telepon seluler, Rabu 11 Mei 2022.

Menurut Andri, dengan hadirnya jalan tol akan semakin marak alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan wisata, termasuk pembangunan villa, hotel dan tempat usaha wisata lainnya.

"Mungkin iya kalau dari sisi pariwisata bisa tumbuh. Tapi kalau dari pertanian justru akan semakin rusak. Karena alih fungsi lahan semakin marak oleh pembangunan," ucap Andri.

Baca Juga: Wakil Bupati Bandung Sahrul Gunawan Kurang Dilibatkan Dalam Urusan Pemerintahan, Ini Kata Pengamat

Ia juga membantah keberadaan jalan tol tersebut bakal memudahkan jalur distribusi dari petani ke pasar. Karena sejatinya jalan eksisting saat ini sudah cukup baik dan memadai. Justru dengan adanya jalan tol, harga lahan akan tinggi dan akhirnya petani menjual lahannya.

"Selain itu para pelaku usaha kecil menengah juga akan banyak yang mati. Nantinya pelaku usaha kecil itu cuma bisa hidup di daerah tertentu saja," ujarnya.

Jika Bupati Bandung benar-benar ingin membantu para petani, kata Andri, maka alangkah baiknya melakukan perbaikan atau membenahi tata kelola pertanian.

Dari mulai pemetaan lahan, pemetaan komoditas pertanian, ketersediaan pupuk dan juga jaminan atau kepastian harga.

Baca Juga: Simak, Ini Cara Beralih dari TV Analog ke Digital

"Sekarang ini adanya kartu tani itu ketersediaan pupuk semakin sulit. Padahal, kebutuhan dari pertanian cuma tiga, yakni ketersdiaan air, pupuk dan harga jual yang stabil sesuai HPP. Kalau sekarang kan ketersediaan pupuk tidak sesuai dengan kebutuhan petani, terus ketika panen harga jual fluktuasi karena dipermainkan bandar," terangnya.

Andri menjelaskan, bagi petani kecil, ketika harga merosot mereka tidak bisa menanam lagi. Begitu juga sebaliknya, ketika harga jual sedang bagus, mereka cuma menjadi penonton karena tak punya modal untuk biaya produksi.

Disisi lain, lanjut dia, ketika petani membutuhkan pupuk, mereka kesulitan untuk medapatkan, kalaupun ada harganya mahal.

Baca Juga: Dinkes Kabupaten Bandung Lakukan Pencegahan Penyakit Hepatitis Akut Misterius

"Akhirnya penggunaan pupuk dikurangi dan itu berpengaruh kepada hasil produksi yang tidak maksimal. Ini juga kan harus menjadi perhatian pemerintah," ujarnya.

Sehingga, Andri menilai, jika benar ingin mensejahterakan para petani, Pemerintah Kabupaten Bandung membentuk sistem pemetaan pertanian yang baik dan benar. Yakni pemetaan yang detail dan berbasis kondisi eksisting pertanian dilapangan.

Di antaranya, harus ada data jumlah lahan pertanian basah dan kering. Kemudian harus ada data komoditas atau jenis tanaman pertanian di setiap daerah.

"Termasuk harus ada data kebutuhan pasar terhadap suatu komoditas pertanian. Misalnya kebutuhan Kabupaten Bandung berapa, Bandung Raya berapa. Nah kalau ada pemetaan dengan database yang detail, petani punya gambaran mau tanam apa," pungkasnya.***

Editor: Ziyan Muhammad Nasyith

Tags

Terkini

Terpopuler