GALAJABAR - Industri tekstil baik besar maupun kecil di kawasan Majalaya, Paseh, Ibun dan Solokanjeruk Kabupaten Bandung kian terpuruk.
Belum ada tanda-tanda kebangkitan pemasaran produk tekstil. Kondisi ini merupakan imbas pandemi Covid-19.
Salah seorang pengusaha tekstil di Majalaya dan Paseh, Asgun Prawira menyebutkan, pemasaran produk tekstil yang dihasilkan para pengusaha di Majalaya, Paseh dan sekitarnya, masih stagnan dan belum menguntungkan secara ekonomi.
"Dampak pandemi Covid-19 masih sangat berat dirasakan oleh para pelaku usaha tekstil," kata Asgun Prawira di Majalaya, Minggu 17 Januari 2021.
Keprihatinan yang dialami para pelaku usaha pabrik itu, setelah pandemi virus corona berimbas pada sektor perekonomian dalam pengembangan produk tekstil.
"Yang jelas, kami tak bisa menghindar dari ancaman pandemi Covid-19 ini. Sekarang ini, kelangsungan perusahaan pabrik tekstil masih memprihatinkan," ucapnya.
Yang lebih memprihatinkan lagi. bahan baku tekstil berupa benang mengalami kenaikan harga dalam beberapa pekan terakhir ini.
"Sementara pemasaran produk tekstil masih stagnan dan belum menjanjikan secara ekonomi," keluhnya.
Pihak perusahaan pun belum bisa mengimbangi kenaikan harga bahan baku benang dengan hasil produksi untuk dipasarkan di lapangan.
"Kami belum bisa menaikkan harga dari produksi tekstil yang dihasilkan selama pandemi Covid-19, sementara harga bahan baku mengalami kenaikan. Setidaknya disaat harga bahan baku benang naik, produksi pun harus naik harganya untuk mengimbangi pasar," tuturnya.
Kendati demikian, imbuh Asgun Prawira, para pemilik pabrik tekstil berusaha untuk mempertahankan operasionalnya di tengah himpitan kenaikan harga bahan baku dan pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir.
Ia mengatakan, jika kenaikan harga bahan baku ini terus terjadi, dipastikan para pelaku usaha tak akan bisa bertahan lama. Mengingat para pelaku usaha dihadapkan pada kerugian yang tidak sedikit.
"Kalau kejadiannya seperti ini, jangankan satu tahun, dua bulan saja dipastikan industri bakal kolep," ucapnya.
Salah satu upaya untuk mempertahankan kelangsungan perusahaan itu, kata dia, pihak perusahaan pun melakukan efisiensi atau pengurangan tenaga kerja. Selain itu pengurangan waktu kerja, dari enam hari menjadi tiga sampai empat hari.
"Yang penting kita sudah bisa mempertahankan usaha saja sudah untung," katanya.
Baca Juga: Perhatian ! Vaksin Sinovac Tidak Bisa Diberikan kepada Orang-orang dengan Kriteria Tertentu, Ini Daf
Tidak sedikit di antara perusahaan yang menggunakan modal usaha dari pinjaman bank.
"Dari ancaman gulung tikar itu, perusahaan berusaha untuk bertahan dengan harapan bisa mempertahankan kelangsungan ekonomi masyarakat luas," tuturnya.***