GALAJABAR - Pembuatan alat pendeteksi stres ini dilatarbelakangi oleh mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang kerap dibuat dibuat stres dengan banyaknya tugas yang diberikan dosen.
Uniknya, alat ini diciptakan melalui tangan dingin mahasiswa-mahasiswa ITB, yaitu Maha Yudha Samawi, Alifia Zahratul Ilmi, dan Gardin M. Andika Saputra.
Mereka membuat sebuah alat pendeteksi stres yang bekerja melalui pemeriksaan urine.
Menariknya, inovasi tersebut pertama kali diperkenalkan mereka ke publik melalui kompetisi Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) Karsa Cipta.
Baca Juga: 30 Ribu Pelayan Publik Menjadi Sasaran Vaksinasi, Pemkab Bandung Siapkan 80 Faskes
Dalam kompetisi tersebut, mereka berhasil meraih medali emas untuk kategori Presentasi dan medali perunggu untuk kategori Poster.
Inovasi tersebut bekerja dengan mendeteksi biomarker atau zat penanda spesifik pada urine yang berpotensi besar dapat mengindikasikan adanya stres di antaranya sorbitol, asam urat, dan asam azelat.
“Alat ini menjadi pendeteksi depresi klinis noninvasif pertama di Indonesia. Umumnya deteksi depresi masih menggunakan kuesioner yang rawan risiko subjektifitas pasien akibat harapan akan kondisi yang dialaminya," ujar Yudha yang dikutip galajabar dari laman itb.ac.id, 1 Maret 2021.
Baca Juga: Bupati Bandung Terpilih Siap Wujudkan Jalan Tol Ciwidey-Pangalengan
Penggunaan biomarker tersebut didasari dengan keberadaan zat sorbitol, asam urat, dan asam azelat di dalam tubuh pada saat seseorang mengalami stres.
Kemudian biomarker ini dideteksi dan diukur dengan metode elektrokimia hingga menunjukkan tingkat stres seseorang.