GALAJABAR - Kolaborasi lintas sektor penting dilakukan dalam upaya percepatan penurunan stunting di Kota Bandung.
Hal ini disampaikan Sekretaris Daerah Kota Bandung Selaku Ketua TPPS Kota Bandung, Ema Sumarna saat membuka Rakor Tim Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2024 dan Review Kinerja Tahun 2023 di Papandayan Hotel, Rabu 17 Januari 2024.
Ema mengingatkan bahwa stunting tidak bisa diselesaikan satu sektor tapi multi sektor, oleh sebab itu lahir tim gabungan seluruh OPD yang dilihat dari tupoksi jadi bagian strategis didukung unsur kewilayahan.
"Dalam penyelesaian masalah stunting seluruh program harus berjalan secara keberlanjutan dari dimensi kesehatan, pendidikan, keberlangsungan hidup ideal, dan yang paling penting adalah konsistensi," ujar Ema.
Baca Juga: Pemkot Bandung Gelontorkan 24 Persen APBD untuk Pendidikan, Begini Kata Ema Sumarna
Banyak faktor yang mempengaruhi stunting sehingga harus dilihat dari berbagai aspek agar semua tindakan penurunannya dapat terukur.
"Stunting tidak berbicara persoalan mandiri. Misalnya gizi buruk, ini berangkai. Ada faktor penyebab apa keturunan, tempat tinggal tidak layak, keburuhan air bersih tidak maksimal, ventilasi tidak optimal. Konsistensi menjadi penting, semua harus terukur semua berbicara output, outcome dan impact," imbuhnya.
Ema juga meminta adanya sinergi mengenai masalah metode perhitungan data stunting. Saat ini terjadi adanya margin yang cukup besar antara EPPGM dan hasil survey SSGI yang dilakukan oleh Kemenkes.
Untuk itu penting adanya sinergitas untuk mengelaborasi terkait metode perhitungan data stunting agar intervensinya tepat sasaran.
Baca Juga: Pemkot Bandung Tawarkan Fasilitas Pendaftaran HKI Gratis dengan Kuota 200 UMKM, Ini Syaratnya
"Kalau data salah jangan harap mengambil langkah benar. Data ini tolong oleh tim TPPS cermati dengan metode yang ada kenapa gap kita terlalu jauh," ujarnya.
Selain itu, Ema juga menekankan adanya keterlibatan dari unsur kewilayahan dalam upaya percepatan penurunan stunting. Hal ini penting, agar data terus update dari akar rumput.
"Peran Lurah, data up to date laporan dari masing masing lurah terhadap apa yang selama ini dilakukan kader posyandu yang dijadikan basis data kita untuk mengetahui progres bayi stunting," ungkapnya.
Selain itu juga Ema menekankan terkait antisipasi stunting baru. Dengan 8 langkah konvergensi harus mampu menekan potensi stunting baru.
Baca Juga: Ajinomoto Berikan Rangkaian Edukasi Berkelanjutan Guna Mengentaskan Stunting
"Ini harus dipikirkan bagaimana menyinergikan seluruh OPD pendukung bisa menyelesaikan 6.614 stuntjng dan mencegah adanya stunting baru. Tentunya keberlanjutan harus dilakukan secara kontinyu," ungkapnya.
Ema berpesan agar aksi konvergensi stunting dilakukan secara detail dan komprehensif.
"Tidak hanya cukup main di variabel tapi detailkan di indokator. Biila perlu sampai subindikator supaya kita benar benar tajam memahami masalah stunting dan menangani sesuai dengan apa yang harus dilakukan," katanya.
Sementara itu, Kepala DPPKB, Kenny Dewi Kaniasari mengatakan, berdasarkan hasil pengukuran dan publikasi data stunting pada bulan Agustus 2023 oleh Dinkes, di Kota Bandung masih terdapat 65,1 persen anak usia 0-23 bulan mengalami stunting.
"Data tersebut menunjukkan masih tingginya resiko keterpaparan anak masalah akibat masalah gizi dan kesehatan sebagai penyebab yang berdampak pada kesehatan anak," ujarnya.
Baca Juga: Pemkot Bandung Optimis Capai Target Investasi Rp7,2 Triliun, Alasannya Begini
Ia menyebut berbagai inovasi telah dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat Kota Bandung sebagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya anak-anak di Kota Bandung.
"Penurunan stunting di Kota Bandung sejalan dengan progran kegiatan prioritas pemerintah di 260 kabupaten kota. Sejak tahun 2020 Kota Bandung jadi salah satu kota perluasan lokasi lokus intervensi penurunan stunting terintegrasi secara nasional," pungkas Kenny.***.