“Jadi tidak bisa digabungkan pasal 160 yang tadi dikatakan pasal penghasutan, itu delik materiil yang artinya harus bisa dibuktikan akibatnya," sambungnya.
Lebih lanjut Dian menjelaskan mengenai pasal 160 KUHP.
"Pasal 160 di situ dijelaskan perbuatan yang dilakukan di muka umum, kemudian secara lisan atau tulisan. Di sini menghasut supaya melakukan tindak pidana. Pidananya itu ada kejahatan, misalnya pada kerumunan tersebut ada upaya merusak suatu bangunan," papar Dian.
Berangkat dari hal ini, menurutnya, urusan sanksi yang diberikan kepada HRS itu sudah selesai karena sudah dikenakan denda.
"Sedangkan kalau pelanggaran, pelanggaran di sini kan delik UU, bukan sesuatu yang jahat. Itu langsung dikenakan sanksi denda. Jadi sebenarnya sudah selesai urusan sanksi yang diberikan kepada pelaku kerumunan," tandasnya.
Diketahui, pihak HRS telah melakukan pembayaran denda sebesar Rp50 juta terkait pelanggaran protokol kesehatan.
Namun, Suparman Nyompa selaku majelis hakim menolak eksepsi tersebut.
"Pembayaran denda bersifat administratif dari pemerintah DKI Jakarta, bukan sanksi dari lembaga peradilan," ujar Suparman Nyompa. (Penulis: Muhammad Ibrahim)***