“Tapi kelihatannya dari produksi kalimat dan asal usul penyerbuan itu, saya anggap dan diduga keras dikerahkan oleh pihak Erick Thohir itu,” tutur Rocky.
“Nah kalau itu (buzzer) dikerahkan, artinya ada amplop yang juga mengalir,” sambungnya.
Sehingga ahli filsuf ini menilai bahwa tidak ada semacam etika kepedulian untuk menyelesaikan masalah ini.
“Jadi terlihat memang bahwa gak ada semacam ethics of care yang ingin mendudukan persoalan,” ungkapnya.
“Dipikir bahwa kalau buzzer-buzzer yang juga merangkap sebagai komisaris BUMN, yang juga juncto tim sukses Erick Thohir dikerahkan, maka kepengendalian kerusakan ini bisa dihasilkan,” tambah Rocky.
Terlepas dari itu semua, Rocky mengatakan bahwa hal seperti ini merupakan bagian normal dari sebuah rezim yang mengalami pembusukan.
Menurutnya, pembusukan dan perang antar geng di Istana adalah potensi untuk mempercepat End Game alias berakhirnya rezim saat ini, rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca Juga: BCL Kunjungi Makam Mendiang Suaminya, Dida Sinclair: I Love U So Much Bunga, Alfatihah
“Tapi ini bagian yang normal dari sebuah rezim yang sedang membusuk. Jadi kita selalu bergembira begitu melihat pembusukan dan perang antar geng masih berlangsung. Itu adalah potensi bagi kita untuk mempercepat End Game,” ucapnya.