Network
GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, sesuai prediksi, masalah menghampiri upacara penanda tanganan perjanjian damai antara kedua kubu. Alice bersikeras ingin ikut bertempur.
Namun, Lancelot tetap teguh pada keputusannya untuk terus melindungi Alice sesuai sumpah yang ia ucapkan Alice, wanita yang ia cintai.
Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.
Hari upacara penanda tanganan perjanjian damai antara Pasukan Merah dan Pasukan Hitam akhirnya datang. Alice merasa dirinya gugup dengan apa yang mungkin terjadi di perjalanan nanti.
Masalahnya, cahaya kegelapan dalam liontinnya masih belum sirna, menandakan masalah masih akan datang menghampiri. Alice hanya bisa berharap semua akan baik-baik saja dan tidak ada yang terluka. Meskipun, itu hal yang hampir mendekati kata tidak mungkin.
Baca Juga: Partai Golkar Kabupaten Bandung Rawan Konflik Internal, Subhan Sebut Dipicu SK Kepengurusan
“Alice.”
Yang dipanggil berbalik. “Rajaku,” lirih Alice saat mendapati Lancelot mendekatinya.
Lancelot mengangkat jubahnya, membatasi penglihatan prajuritnya dan memberi sedikit privasi untuknya dan Alice.
“Ada ap- huh?” bingung Alice yang langsung terpotong saat jemari hangat Lancelot menyentuh pipinya. Manik berwarna biru langitnya melukiskan kehangatan, kekhawatiran, dan ketegasan secara bersamaan.
“Jangan berbuat macam-macam!” titahnya yang masih sedikit terdengar halus.
Alice pun mengangguk sekali. Selama kekhawatiran Lancelot masih terasa, Alice tidak bisa bergerak bebas. “Baik, Rajaku,” ucap Alice.
“Bagus,” seru Lancelot. Ia pun meninggalkan Alice dan naik ke atas kuda putihnya.
Setelah melihat Lancelot menjauh, Edgar yang ditugaskan untuk menjaga Alice dari dekat pun menghampiri sang gadis. “Apa Raja Lancelot membahas hal yang sama?” tanya Edgar. Alice hanya mengangguk. Edgar pun terkekeh dan menaruh jari telunjuk di depan bibirnya. Alice pun tersenyum, tahu apa yang Edgar maksud.
