Walkot Cimahi Nonaktif Terbukti Menerima Gratifikasi, Majelis Hakim Jatuhkan Vonis 2 Tahun Penjara

25 Agustus 2021, 19:00 WIB
Terdakwa Wali Kota Nonaktif Cimahi Ajay M Priatna mengikuti sidang dengan agenda putusan terkait kasus suap Rp 1,6 miliar proyek pengembangan RSU Kasih Bunda, di Pengadilan Tipikor Bandung, Jln. L.L.R.E Martadinata, Kota Bandung, Rabu (25/8/2021). Majelis hakim memvonis Ajay M Priatna dengan dua tahun penjara dikurangi selama terdakwa berada di tahanan dan pidana denda Rp. 100 juta subsider kurungan tiga bulan. /Darma Legi/Galajabar/

GALAJABAR - Wali Kota Cimahi nonaktif Ajay Muhammad Priatna divonis 2 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung.

Ajay dinilai terbukti menerima gratifikasi berkaitan dengan proyek pengembangan Rumah Sakit Umum (RSU) Kasih Bunda di Cimahi.

Hal itu terungkap dalam persidangan dengan agenda putusan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sulistiyono di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan L. L. R. E. Martadinata, Kota Bandung, Rabu  25 Agustus 2021.

Baca Juga: 2022 Jokowi Harus Bayar Bunga Utang 405 Triliun, Demokrat: Bayarnya Pakai Utang Lagi?

"Mengadili, menyatakan terdakwa Ajay M Priatna terbukti bersalah dan menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun denda Rp 100 juta subsidair tiga bulan kurungan," ujar Ketua Majelis Hakim membacakan amar putusannya.

Ajay juga diputus membayar uang pengganti Rp 1,5 miliar.

Majelis Hakim menyatakan Ajay terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 11 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Baca Juga: Soal Rencana Pabrik Vaksin China di Indonesia, Anggota DPR: Harusnya Prioritaskan Pabrik Vaksin Merah Putih!

Sebelum memvonis Ajay, Majelis Hakim menyampaikan sejumlah hal yang menjadi pertimbangan.

Hal memberatkan, perbuatan yang dilakukan terdakwa tidak mendukung pemberantasan korupsi. Sedangkan hal meringankan, terdakwa Ajay belum pernah dihukum.

Atas vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim, terdakwa Ajay dan penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir. Begitu juga dengan jaksa KPK.

Sebelumnya, Ajay dituntut oleh jaksa KPK dengan hukuman 7 tahun penjara denda Rp 300 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Baca Juga: Jadwal Ujian CASN Menunggu Konfirmasi BKN, Kepala BKPSDM KBB: Jangan Percaya Pada Orang yang Bisa Meluluskan

Selain hukuman badan, Ajay juga diharuskan membayar denda sebesar Rp 300 juta subsidair 6 bulan penjara.

Ajay juga dituntut membayar uang pengganti Rp 7 miliar lebih yang akan diperhitungkan dengan uang yang sudah disita sebesar Rp 5 miliar.

Jika tak membayar uang pengganti dalam waktu satu sebulan setelah putusan dinyatakan inkrah, maka harta bendanya disita dan dilelang. Jika harta benda tak memenuhi, diganti pidana penjara selama 1 tahun.

Baca Juga: Juliari Divonis Ringan karena Bully, Gus Umar: Angelina Sondakh Dibully, Gak Ada Vonis Tersiksa karena Dibully

Usai persidangan, Ajay merasa dirinya tidak bersalah. "Saya merasa tidak (berbuat) apa-apa. Tidak merasa berbuat sesuatu yang keliru," kata Ajay.

Ia menambahkan, perkara yang menjerat lebih karena ketidaktahuan dirinya jika apa yang dilakukan memiliki konsekuensi hukum.

"Jadi itu semata-mata karena ketidaktahuan saya. Harapan perbuatan ada tapi bukan pidana. Tapi ternyata memang salah," tambahnya.

Baca Juga: Bandingkan Indonesia-Afghanistan hingga Singgung Pancasila, FH: Afghanistan Gagal Lahirkan Nasionalisme

Saat ditanya soal sikap dirinya terhadap vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim, Ajay menyebut masih harus pikir-pikir. "Banding? Kita pikir-pikir dulu," singkatnya.

Lebih lanjut Ajay menegaskan, perkara yang dialaminya itu sama sekali tak ada kaitannya dengan pengurusan perizinan.

Ia membantah semua tudinya kerap mengurus perizinan dan menerima gratifikasi. Pengurusan perizinan, kata Ajay, semua menjadi kewenangan Dinas terkait.

Baca Juga: Muhammad Kece Akhirnya Ditangkap Polisi, Ketua MUI: Walhamdulillah, Kita Jangan Sampai Lukai Keyakinan Lain!

"Saya tahu saya dituding menerima gratifikasi setelah persidangan. Katanya ada yang ngasih Rp 1,7 miliar, Rp 1,1 miliar, ada yang Rp 150 juta. Tidak pernah ada konfirmasi ke saya. Itu diluar logika saya, di luar logika siapapun," tuturnya.

"Semua yang menerima Joni (orang kepercayaan Dirut RSU Kasih Bunda) dan katanya dikasih ke Yanti (bendahara perusahaan milik Ajay). Tapi dalam persidangan terungkap jika Yanti tak pernah menerima dari Joni," terang Ajay menjelaskan.

Perizinan
Dalam paparannya, Majelis Hakim menyatakan Ajay diduga telah menerima gratifikasi dari Hutama Yonathan selaku Direktur Utama PT Mitra Medika Sejati sekaligus pemilik Rumah Sakit Umum (RSU) Kasih Bunda.

Baca Juga: Beban Kerja Rezim Jokowi Lebih Ringan daripada Rezim SBY, Dr. Susilawati: SBY Cukup Repot Hadapi Oposan!

Nilai uang yang diminta oleh Ajay sebagai fee atas dikeluarkannya perizinan pengembangan RS Kasih Bunda Cimahi itu mencapai Rp 3,2 miliar.

Namun, dalam perjalanannya, Ajay baru menerima uang total Rp 1,6 miliar atau tepatnya Rp 1.661.250.000. Hakim menuturkan uang Rp 1,6 tersebut diberikan kepada Ajay secara bertahap.

"Terdakwa telah melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut yang menerima hadiah atau janji yaitu terdakwa menerima hadiah berupa uang secara bertahap sejumlah total Rp 1.661.250.000," ujar majelis.

Baca Juga: Sebut Golongan Non Nakes Miliki Akses Dapat Vaksin Dosis Ketiga, Profesor Zubairi: Jangan Perdalam Kesenjangan

Diterangkan, uang miliaran rupiah itu diberikan oleh Hutama agar proyek pengembangan RSU Kasih Bunda tidak dipersulit oleh Ajay yang menjabat sebagai Wali Kota Cimahi.

"Terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa hadiah berupa uang tersebut diberikan agar terdakwa tidak mempersulit perizinan pembangunan rumah sakit umum Kasih Bunda Kota Cimahi yang bertentangan dengan kewajiban terdakwa selalu penyelenggara negara," katanya.

Dalam paparan putusan, RSU Kasih Bunda berencana menambah pembangunan gedung pada 2019. Agar pembangunan berjalan lancar, Hutama Yonathan melakukan pertemuan dengan Ajay guna mengurus revisi IMB.

Pihak RSU Kasih Bunda pun kemudian mengajukan permohonan revisi IMB kepada Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Cimahi.

Baca Juga: Jelaskan Maksud Pidato AHY Soal Anak Muda, Andi Arief ke Tsamara Amany: Waktunya Melompat dari 'Salah Asuhan'

Setelah itu, Ajay dan Hutama beberapa kali melakukan pertemuan di kafe dan rumah makan, baik di Cimahi maupun di Kota Bandung.

Dalam pertemuan itu, Ajay diduga meminta uang senilai Rp 3.297.189.746,00. Penyerahan uang dilakukan oleh staf keuangan RSU Kasih Bunda melalui orang kepercayaan Ajay. Sampai pada akhirnya orang-orang itu diamankan di salah satu kafe di Kota Bandung.***

Editor: Dicky Mawardi

Tags

Terkini

Terpopuler