Alih Fungsi Lahan Semakin Marak, Pemerintah Pusat Diminta Tinjau Ulang HGU Milik PTPN VIII dan Perhutani

17 Januari 2022, 19:23 WIB
KONDISI Kawasan Bandung Utara dilihat dari Jalan Bukit Dago Utara, Bandung, Selasa, 3 Desember 2019. Alih fungsi lahan untuk proyek pembangunan hunian dan pertanian membuat kawasan yang merupakan daerah tangkapan air tersebut menjadi berkurang.* /ARMIN ABDUL JABBAR/PR/

GALAJABAR - Maraknya alih fungsi lahan di kawasan hulu disinyalir menjadi salah satu penyebab terjadinya bencana alam seperti banjir bandang dan longsor, akhir-akhir ini.

Akibat maraknya alih fungsi lahan ini, terjadi kerusakan lingkungan terutama yang berada di kawasan hutan milik Perhutani dan PTPN VIII.

Anggota DPRD Kabupaten Bandung, Praniko Imam Sagita mengatakan, alih fungsi lahan yang terjadi di kawasan hutan Perhutani dan lahan perkebunan milik PTPN, seharusnya tidak terjadi.

Baca Juga: Akhirnya Nama Ibu Kota Negara Baru Telah Lahir, Menteri PPN: Saya Yakin Kita Semua Setuju

"Jika saja kedua pemegang HGU (Hak Guna Usaha) itu konsisten memegang teguh izin yang mereka kantongi, alih funsi lahan seharusnya tidak terjadi," kata Praniko, saat ditemui wartawan di Sekretariat DPC Partai Gerindra Kabupaten Bandung, Jalan Raya Pameungpeuk-Banjaran, Senin 17 Januari 2022.

Namun kenyataannya, kata Politisi Partai Gerindra itu, kedua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut banyak melakukan kegiatan atau pengelolaan lahan tidak sesuai dengan izin yang mereka kantongi.

Praniko pun meminta Pemerintah Pusat meninjau ulang atau bahkan mencabut HGU yang selama ini dipegang oleh PTPN dan Perhutani.

"Kedua pemegang HGU ini kan ngakunya rugi terus yah. Di sisi lain, kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan terus terjadi. Seperti lahan perkebunan teh jadi kebun sayuran, lalu lahan hutan berubah fungsi jadi objek wisata. Karena ada alih fungsi, jangan heran kalau dataran tinggi yang dulunya tidak pernah ada banjir dan longsor sekarang malah sering," terang Praniko.

Baca Juga: SAH! Jokowi Teken PP Tentang Pelapor Korupsi Bakal Dapat Reward Rp200 juta, Ali Syarief: Ngiri Sama UBED

Dirinya pun mengaku heran karena saat ono pemegang HGU menjalin kerja sama dengan pihak ketiga untuk aktivitas di luar izin yang diberikan oleh pemerintah.

Menurutnya, jika akan beralih jenis komoditas dan bidang usaha, maka alangkah baiknya pemegang HGU menyerahkan lebih dulu lahan yang selama ini mereka kuasai kepada pemerintah. Kemudian, lanjut dia, mengajukan kembali HGU sesuai dengan rencana baru.

"Misalnya HGU untuk objek wisata, HGU untuk perkebunan holtikultura dan lain sebagainya. Selain itu, jangan menyalahkan masyarakat dengan tuduhan merambah hutan dan menyerobot lahan perkebunan. Toh selama ini masyarakat sekitar hutan dan perkebunan, juga perlu lahan untuk bertani, tapi sayangnya pemerintah lebih condong kepada pemegang HGU tanpa memerhatikan kebutuhan lahan untuk rakyatnya sendiri," bebernya.

Baca Juga: Ini Daftar Lagu yang Akan Dinyanyikan 15 Kontestan X Factor di Gala Live Show, Cek Link Live Streaming

Lebih lanjut Praniko mengatakan, meskipun kawasan hutan dan perkebunan itu berada di wilayah Kabupaten Bandung, namun ternyata sama sekali tidak berdampak kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Alhasil, meskipun berbagai objek wisata alam yang ada di Kabupaten Bandung selalu ramai dikunjungi wisatawan, masyarakat dan pemerintah daerahnya hanya terkena dampak negatifnya saja.

"Dari berbagai aktivitas wisata alam, kita cuma kena kemacetan lalu lintasnya saja. Begitu juga dari aktivitas perkebunan tidak ada sharing profit yang masuk ke pemerintah daerah dan menjadi PAD. Jadi memang tidak ada keuntungan yang signifikan untuk pemerintah dan masyarakat Kabupaten Bandung dari sektor pariwisata alam dan perkebunan di lahan Perhutani dan PTPN itu," jelas Praniko.***

Editor: Ziyan Muhammad Nasyith

Tags

Terkini

Terpopuler