Dugaan Pengemplangan Pajak Kasus Sumedang, DJP Diminta Periksa Perusahaan

11 Agustus 2022, 12:42 WIB
Ilustrasi pajak. /PIXABAY/STEVEPB

GALAJABAR - Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi meminta Direktorat Pajak untuk memanggil dan melakukan pemeriksaan terhadap PT DFT, yang diduga mengemplang pajak selama delapan tahun terkait penjualan air secara komersial ke industri-industri.

“Harus proaktif. Perusahaan tersebut harus segera dipanggil dan diperiksa,” kata Uchok kepada media, Kamis 11 Agustus 2022.

Uchok sepakat, bahwa Ditjen Pajak, melalui Kanwil Ditjen Pajak Jawa Barat memang harus bertindak cepat. Sebab, meski sistem perpajakan di Indonesia bersifat self asessment, namun Ditjen Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan All Taxis.

Baca Juga: Bakar Pacar Sendiri, Oknum Mantan Polisi Dituntut Hukuman Seumur Hidup

Terutama, kata Uchok, apabila wajib pajak diduga mengemplang atau juga tidak melaporkan secara benar. “Pihak berwenang harus segera turun. Karena ini menyangkut pemasukan kepada negara,” ujarnya.

Menurut Uchok, dugaan pengemplangan pajak tersebut memang harus diselesaikan dengan tuntas. Sebab, menurutnya selain terkait dengan pelaporan kepada Ditjen Pajak, juga terkait dengan pajak lokal lain, yang juga berpotensi tidak dibayarkan.

“Pajak lokal kan juga ada oleh Pemda. Makanya harus diselesaikan,” tuturnya.

Kasus yang melibatkan PT DFT di Sumedang, memang terus bergulir. Belum lagi persoalan hukum diselesaikan, kali ini muncul dugaan pengemplangan pajak oleh perusahaan bersangkutan.

Dalam hal ini, PT DFT diperkirakan tidak membayar pajak selama delapan tahun. Perusahaan diduga tidak melaporkan pajaknya secara benar dan jauh lebih kecil dari nilai sesungguhnya.

Terkait hal itu, perusahaan ditengarai melanggar UU Nomor 6 Tahun 1983  tentang Ketentuan Umum Pajak Pasal 38 (b).

Baca Juga: Rayakan Kemerdekaan, MR.DIY Buka Toko ke-400 dan Luncurkan Kampanye Terima Kasih Indonesia

Secara garis besar, pasal tersebut menjelaskan, wajib pajak yang menyampaikan pemberitahuan (SPT Tahunan) tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pendapatan negara, akan dikenakan saksi denda paling sedikit satu kali jumlah pajak terutang, atau yang kurang dibayar dan paling banyak dua kali jumlah pajak terutang yang tidak dibayar atau kurang bayar.

Atau, sanksi pidana kurangan paling singkat tiga bulan atau paling lama satu tahun.

Dalam kasus tersebut, perusahaan diduga merugikan keuangan negara. Besarnya potensi kehilangan pendapatan negara sendiri, bisa didasarkan atas data yang dikeluarkan PT DFT.

Melalui situs perusahaan tersebut, tertulis bahwa debit pemakaian oleh sejumlah industri besar, adalah 4.896 m3 per hari. Dengan asumsi bahwa PT DFT menjual kepada konsumen Rp10.000/m3, maka dalam sehari dugaan kerugian sekitar Rp48juta. Artinya, dalam setahun, dugaan kerugian adalah 365 x Rp48 juta atau sekitar Rp17,5 miliar per tahun.

Bahkan, sebelumnya anggota DPR RI TB Hasanuddin memperkirakan, selama delapan tahun, kerugian negara mencapai Rp200 miliar. Angka tersebut, belum termasuk dari sisi pajak yang tidak dibayarkan atas pemanfaatan air tersebut.***

Editor: Ziyan Muhammad Nasyith

Tags

Terkini

Terpopuler