"Kalau masalah dosa saya tidak bisa menyimpulkan berdosa atau tidaknya, tetapi takut 'Ihanah,' artinya penghinaan terhadap ibadah mahdah, karena konteks dari pada sholat tarawih adalah ibadah mahdhah," terang Uu.
Menurutnya, berbeda dengan sebelum sholat tarawih ada kultum (kuliah tujuh menit) sekalipun, itu kultum tidak diwajibkan, karena hanya memanfaatkan berkumpulnya orang kemudian memberikan pemahaman terhadap keagamaan, tapi itu Sah.
Ia menilai, di saat pelaksanaan ibadah mahdhah kemudian ada kegiatan-kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan ibadah mahdhah tersebut, sangat tidak elok.
Baca Juga: Pemerintah Indonesia Kecam Aksi Kekerasan Israel Terhadap Warga Palestina di Komplek Al Aqsa
"Tapi bukan berati kami tidak menghargai dan menghormati lagi Indonesia Raya sebagai lagu wajib dan kebangsaan, setiap orang pasti sudah sepakat dengan hal itu. Cuma salah penempatannya (Muqtadhal Maqam) menyanyikan lagu tersebut yang menurut kami tidak pas dalam suasana khidmat sholat tarawih," paparnya.
Adapun Uu menjelaskan, bahwa melantunkan nyanyi-nyanyian di masjid hukumnya mubah. Dengan kata lain bisa saja dilakukan sepanjang tidak menggunakan 'alatu-lahwi' atau alat musik yang dilarang dalam Islam.
Kemudian isi dari nyanyian tersebut puji-pujian terhadap Allah SWT, Solawat kepada nabi, dan membangkitkan ghairah keimanan dan ketakwaan serta ke-Islaman.
"Begitu pun lagu Kebangsaan, bisa saja, namun untuk dinyanyikan sebelum melaksanakan ibadah sholat, dirasa kurang cocok," tegasnya.
Ke depan, Uu berharap ada tindakan dari tokoh agama setempat, guna mengingatkan jemaah agar tidak melakukan kegiatan di luar norma dan adab di dalam masjid.***