“Bupati dan wakilnya itu satu paket. Jadi keterpilihannya akibat dukungan terhadap paket tersebut. Bila dalam perjalanannya terjadi pembagian tugas yang tidak tepat, maka akan menimbulkan friksi (pergeseran yang menimbulkan perbedaan pendapat). Dampaknya pelaksanaan tugas pemerintahan menjadi terganggu,” ungkap Asep saat dihubungi melalui telepon seluler, Rabu, 11 Mei 2022.
Saat menduduki jabatan publik sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah, menurut Asep, alangkah bijaknya jika kepala daerah berhalangan hadir maka didisposisikan kepada wakilnya.
“Tatkala salah satu berhalangan dalam melaksanakan tugas maka pasangan paketnya diajak bicara untuk mengisi kekosongan selama berhalangan,” ungkap Asep.
Namun saat diduga terjadi disharmoni dalam menjalankan roda pemerintahan, maka publik akan menilai adanya disharmoni pada pasangan kepala daerah tersebut. Tentu hal ini pun akan berdampak pada pelaksanaan birokrasi kepada publik yang terganggu.
“Bahkan akan menimbulkan kebingungan birokrat dalam pelaksanaan tugas akibat perbedaan paham pasangan elit pemerintahan,” tutur Asep.
Lebih jauhnya lagi, lanjut dia, jika kondisi ini terus dibiarkan berlarut-larut, maka akan berimbas terhadap pelayanan kepada masyarakat luas.
“Akibatnya pelayanan terhadap publik menurun drastis. Publik juga akan mencermati jika terjadi disharmoni serta siapa figur dominannya sebagai pihak yang jadi penyebabnya,” ungkap Asep.
Hal senada diungkapkan Ketua Jamparing Institut, Dadang Risdal Aziz. Menurutnya, terkait kurang dilibatkannya peran Wakil Bupati Bandung, Sahrul Gunawan dalam urusan pemerintahan di Kabupaten Bandung, tentu menjadi salah satu sorotan publik tersendiri.