Polemik Vaksin Nusantara Diwarnai Dugaan Mafia Impor Vaksin

- 19 April 2021, 14:01 WIB
Anggota Komisi I DPR RI, H Muhammad Farhan.
Anggota Komisi I DPR RI, H Muhammad Farhan. /Instagram.com/@hmfarhanbdg/

GALAJABAR - Vaksin Nusantara menjadi perbincangan hangat di tengah sudah berjalannya proses vaksinasi di Tanah Air.

Vaksin yang lahir dari hasil kerja tim mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ini sudah mendapat banyak mendapat dukungan dari para tokoh.

Mantan menteri dan sejumlah legislator pun mengajukan diri menjadi relawan uji klinis vaksin tersebut.

Namun di sisi lain, ada juga pihak yang menolak hadirnya vaksin yang disebut telah dikembangkan di Amerika Serikat itu.

Baca Juga: 10 Takjil Unik dan Lezat yang Hanya Bisa Ditemukan di Indonesia

Vaksin Sinovac maupun Nusantara sendiri sebenarnya tidak jauh berbeda karena ada keterkaitan pihak asing.

Anggota DPR RI dari Fraksi NasDem, Muhammad Farhan mengatakan, dinamika vaksin terjadi tidak terjadi pada tataran lembaga, melainkan elit politik.

Menurutnya, DPR pun berencana membuat Pansus membahas ketersediaan vaksin impor.

"Sekarang sedang dibahas wacana pembentukan Pansus vaksin impor. Saya sendiri tidak anti vaksin impor," ujar Farhan dalam keterangannya, Senin, 19 April 2021.

"Saya perlu menetapkan posisi, bahwa vaksin dari pemerintah (Sinovac) untuk rakyat, sedangkan Vaksin Nusantara tidak untuk semua orang," kata Farhan.

Baca Juga: Masuki Babak Baru, Demokrat Kubu AHY Lakukan Somasi Terbuka pada Kubu Moeldoko CS

Lebih lanjut Farhan mengatakan, perdebatan Komisi IX DPR dengan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) perihal vaksin Nusantara muncul gara-gara adanya sentimen negatif kepada pemerintah.

"Sentimen negatif ini diwarnai dugaan tentang mafia impor vaksin, walaupun memang belum ada bukti konkret soal itu," tuturnya.

"Keberadaan para politisi top Indonesia di RSPAD untuk uji vaksin Nusantara, bisa menjadi indikasi isu ini," tambah Farhan.

Sebelumnya, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) memutuskan vaksin Nusantara tak layak mendapatkan izin uji klinis fase II.

Baca Juga: Tak Terima Jozeph Paul Zhang Disebut Orang Gila, Ketum Formasi: Jangan Buru-buru Menjudge Gila

Kepala BPOM Penny K. Lukito menyatakan, vaksin tersebut belum memenuhi syarat pengembangan obat maupun vaksin.

Syarat yang dimaksud terdiri atas uji klinis yang baik (good clinical pratical), bukti prinsip (proof of concept), dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice).

Salah satu bukti prinsip, yakni antigen yang digunakan dalam pengembangan vaksin Nusantara juga dinilai tak sesuai standar.

Terdapat pula kejanggalan menurut BPOM, seperti perbedaan lokasi penelitian dengan pihak sebelumnya yang mengajukan diri sebagai komite etik.

Baca Juga: Tak Terima Lembaga Survei Disebut Lembaga Cari Untung, Eks Jubir PSI: Kalau Saya Mahasiswa Anda

Selain itu BPOM menemukan perbedaan data yang mereka terima dengan paparan saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI pada Rabu 14 April 2021.

Keputusan BPOM membuat pihak-pihak yang mendukung pengembangan vaksin Nusantara berang. Mereka menilai lembaga tersebut tak mendukung terwujudnya kemandirian vaksin Covid-19 dari dalam negeri.

Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay menyatakan, vaksin Nusantara sebagai produk dalam negeri seharusnya mendapatkan perhatian pemerintah.

Seperti disampaikan Presiden Joko Widodo bahwa Indonesia harus mengutamakan produknya sendiri.

"Tidak ada muatan politik sedikit pun. Saya berharap kedaulatan dan kemandirian Indonesia dapat terjamin dalam bidang kesehatan dan pengobatan. Saya yakin, momentum Covid-19 bisa menjadi pintu masuk," pungkas Saleh.***

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah