GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, Tsukiyama sudah tidak peduli lagi dengan risiko kematian yang akan dihadapi jika ia dituduh berkhianat oleh Nobunaga. Ia hanya ingin keselamatan untuk anak-anaknya.
Namun, di situlah Tsukiyama tidak menyadari sesuatu. Malaikat kematian telah datang untuk menjemputnya.
Ikuti cerita bersambung larya Sadrina Suhendra selanjutnya.
Baca Juga: Iron Dome Israel Ambrol, Roket Gaza Hantam Daerah Dekat Tel Aviv Israel
“I-Ibunda Saigo,” lirih Putri Toku. Tubuhnya bergetar entah karena rasa takut, amarah, atau kebingungan.
“Putri Toku, kau baik-baik saja?” tanya Nyonya Saigo. “Apa kau membutuhkan obat atau hal lain dari suamiku?” tanyanya lagi dengan halus.
“A-aku tidak,” ia nampak kesulitan untuk berbicara. Rasa takut sudah mengambil alih pikirannya, menggelapkan matanya, dan membuat hatinya egois.
“Putri… Toku?” bingung Nyonya Saigo.
Baca Juga: Disebut Berpihak ke Israel, Joe Biden Klaim Upayakan Perdamaian Berkelanjutan bagi Kedua Pihak
Air mata meluncur ke pipi Putri Toku, takut Nyonya Saigo mengetahui bahwa ia sedang mengendap-ngendap dan tidak sengaja mendengar sesuatu yang jelas tidak mengenakan hatinya. “Maafkan aku!” ujarnya pelan di antara tangisan sebelum ia berlari meninggalkan Nyonya Saigo.
“E-eh? Putri?!” panggil Nyonya Saigo.
“Ada apa?”
“Ah!” Nyonya Saigo sedikit tersentak karena terkejut saat seseorang yang bukan lain adalah suaminya sendiri membuka pintu ruangan tersebut.
Baca Juga: Abai Prokes, Satgas COVID-19 Garut Tutup Objek Wisata Air Cipanas