Dr. Riant Nugroho Sebut Ada 2 Jenis Korupsi yang Berbahaya, Korupsi keuangan dan Korupsi Kebijakan!

- 21 Oktober 2021, 19:26 WIB
Unjani menyelenggarakan webinar dengan tema
Unjani menyelenggarakan webinar dengan tema /Laksmi Sri Sundari/Galajabar/

“Tetapi, karena Indonesia dianggap kurang kompeten dan kurang merespon apa yang terjadi di luar negeri, sehingga pemerintah didorong untuk meratifikasi sebuah perjanjian nasional, yaitu FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Namun setelah mengutip dari Pak Presiden bahwa kita tidak mau hanya sekedar ikut-ikutan trend, kita harus betul-betul melihat kepentingan nasional Indonesia,” ujar Hikmahanto.

Ia juga menekankan bahwa dengan membiarkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing turun ke Indonesia merupakan bentuk intervensi. Tidak boleh ada satu pihak pun yang mengintervensi negara dalam pembuatan kebijakan, biarkan pemerintah membuat kebijakannya secara mandiri.

Sementara Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan, Fiskal dan Pengendalian Aset, Kedeputian Bidang Perekonomian Sekretariat Kabinet, Trikawan Jati Iswono, S.E menyampaikan terkait arah kebijakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta, melalui pembudayaan perilaku hidup sehat Gerakan Masyarakat Hidup Sehat, salah satunya dengan penurunan prevalensi merokok.

Baca Juga: BEM UI hingga BEM SI Siap 'Ontrog' Istana Negara Hari Ini, Tokoh NU 'Pro' BuzzeRP: Cari Bahan Bullyan

"Target dalam RPJMN 2020-2024 terkait prevalensi rokok. Prevalensi merokok pada usia anak dan remaja (
Dalam kesempatan yang sama, Dosen dan Ahli Kebijakan Publik Unjani, Dr. Riant Nugroho menyampaikan terkait membangun kebijakan yang bertanggungjawab pada publik. Kebijakan yang bertanggungjawab adalah kebijakan yang transparan. Salah satunya dalam hal evaluasi.

"Jika evaluasi kebijakan itu belum ada, dapat disebut sebagai kejahatan kebijakan. Ada dua jenis korupsi yang berbahaya, korupsi keuangan dan korupsi kebijakan. Apabila Indonesia mau membuat kebijakan, harus cocok dengan janji kemerdekaan," tuturnya.

Baca Juga: Bamus Betawi Tolak Ataturk Dijadikan Nama Jalan di Jakarta, Ini Usulan Nama Penggantinya

Penyampaian materi ditutup oleh Plt. Dir. Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Dr. Roberia, S.H., M.H yang menyampaikan dasar hukum pembentukan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP).

Menurutnya, dalam pembentukan peraturan pemerintah, terdapat 5 tahap, yaitu perencanaan, penyusunan, penetapan, perundangan, dan penyebarluasan.

"Untuk terbentuknya peraturan pemerintah yang baik, tidak bisa meloncati tahapan-tahapan tersebut. Sedangkan, dinamika PP perlu direvisi atau tidaknya, sesuai dengan pembahasan aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan," terangnya.

Baca Juga: Peringati 7 Tahun Kepemimpinan Jokowi Makin Kacau? Survei SMRC: Korupsi Makin Parah, Pemberantasan Korupsi Mem

Terkait hal di atas, kata Roberia, peran stakeholder dalam PP Nomor 109 Tahun 2012 ini, masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam tahap perencanaan. Sehingga, pembuatan PP pun menjadi transparan ke semua pihak.

"Dan terkait urgensi revisi PP Nomor 109 Tahun 2012, dirasa tidak perlu karena sudah baik mengatur secara seimbang antara concern kesehatan, IHT, perekonomian nasional, dan terbukanya lapangan kerja," jelasnya.***

Halaman:

Editor: Dicky Mawardi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x