Karena Kemenristek, Rocky Gerung Bongkar Skenario Jokowi 3 Periode: Saya Ingat Proyek Hitler

- 12 April 2021, 15:19 WIB
Kolase foto Rocky Gerung (kiri) dan Joko Widodo (kanan). /YouTube Rocky Gerung Official /Pikiran-rakyat.com
Kolase foto Rocky Gerung (kiri) dan Joko Widodo (kanan). /YouTube Rocky Gerung Official /Pikiran-rakyat.com /

GALAJABAR - Pada periode pertama kepemimpinannya sebagai presiden Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah memberikan keputusan untuk mengeluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) dari dalam tubuh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Namun sayangnya, keputusan tersebut dicabut oleh Presiden Jokowi di akhir periode pertamanya sebagai presiden.

Kemudian memasuki periode kedua, Presiden Jokowi kembali membuat keputusan yang membuat geger masyarakat Indonesia yakni dengan membubarkan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dan meleburkannya ke Kemendikbud.

Baca Juga: 7 Negara Terkorup di Asia dengan Ratusan Korupsi, Indonesia Nomor Berapa?

Menanggapi hal tersebut, pengamat politik, Rocky Gerung menyebut, fenomena tersebut turut mengingatkannya pada sebuah proyek Adolf Hitler yang pada saat itu menjabat sebagai pemimpin Jerman.

“Kalau sudah begini, saya ingat dengan proyek Hitler. Hitler juga bikin badan riset untuk memastikan ideologi fasisme. Ideologi khas bangsa Arya itu tentunya harus dibuktikan di laboratorium,”ujar Rocky Gerung yang dikutip Galajabar dari kanal Youtube Rocky Gerung Official, Senin, 12 April 2021.

Selain itu, Rocky juga mengungkapkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Adolf Hitler merupakan kegiatan politik untuk memurnikan bangsa Jerman.

Baca Juga: Bikin Penasaran, Ini ternyata Sosok Ustad Milenial Arbani Yasiz

“Nih, kita sekarang enggak tau mau memurnikan apa? Kalau misalnya untuk memurnikan ideologi itu tidak mungkin,” ungkapnya.

Menurutnya, sebuah metodologi dalam suatu penelitian tidak mungkin disangkutpautkan dengan yang namanya ideologi.

Hal tersebut disebabkan karena metodologi tersebut bersifat akademis. Artinya dalam pembuatan metodologi tersebut harus didasari dengan kebebasan berpikir seorang peneliti yang tentunya berpedoman dengan fakta-fakta di laboratorium.

“ Itu ditentukan oleh fakta-fakta di dalam laboratorium bukan fakta-fakta di partai politik,” tutur Rocky.

Baca Juga: Penggabungan Kemenristek-Kemendikbud Mardani Ali Sera : Jangan Sampai Ilmuwan Indonesia ‘Hijrah’

Selain itu, Rocky mengungkapkan bahwa terdapat uang dengan nominal yang besar dalam bidang riset yang tentunya harus dikendalikan.

“Pengendalian itu yang bermasalah sekarang karena dia sekarang dikendalikan oleh tokoh partai politik. Itu pasti menjadi medan korupsi,” ungkapnya.

Di sisi lain, Rocky juga menyebut, hasil riset tersebut tentunya tidak akan terbuka untuk umum. Menurutnya, pemerintah akan membuat sebuah sistem yang dimana hasil riset tersebut hanya dapat diakses oleh anggota partai politik tertentu.

Baca Juga: 5 Bahaya Tidur Setelah Makan Sahur, Salah Satunya Dapat Sebabkan Kematian

“Kan ajaib! Padahal universitas berlomba-lomba juga untuk minta uang agar dapat melakukan riset. Menurut saya, riset itu sebaiknya diberikan sepenuhnya kepada universitas baik itu negeri maupun swasta. Jika riset itu dipayungi oleh ideologi, maka berlaku favoritisme,” ujar Rocky.

“Maksudnya, hanya riset-riset yang sesuai dengan ideologi sebuah partai. Itu yang dianggap sebagai riset yang ilmiah. Dari situlah uang diturunkan,” tambahnya.

Menurutnya, sebagian uang tersebut akan dipakai pihak universitas untuk kegiatan riset dan sebagian lagi untuk menyuap partai politik agar kegiatan riset tersebut dapat berjalan lancar sesuai rencana.

Baca Juga: Setelah Angin Puting Beliung Mengamuk, Muspika Rancaekek Data Jumlah Kerugian yang Diderita

“ Ini soal prestasi negara bukan prestasi partai. Hasil riset itu hasil otak orang Indonesia bukan otak ketua partai. Ini bahayanya kalau ilmu digabung-gabung dengan politik,” tuturnya.

Menurutnya, dana tersebut akan dikumpulkan untuk memastikan bahwa MPR melakukan amandemen UUD 1945 tepat pada pasal 7 yang membahas perihal masa jabatan presiden dan wakil presiden

“Setelah tiga periode itu berlangsung, kita akan sadar ternyata Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) ini hanya dimaksudkan untuk mengumpulkan dana untuk memastikan bahwa MPR akan satu suara untuk mem-backup ide 3 periode itu tuh,” pungkasnya.

Baca Juga: Soal Kasus Suap Bansos, KPK Duga Bupati Bandung Barat dan Anaknya Dapat Keuntungan Rp3,7 Miliar

Sebelumnya, eks Sekretaris Kabinet (Seskab) menyebut, terdapat 3 alasan bahwa keputusan pembubaran Kemenristek ke Kemendikbud merupakan keputusan yang buruk, di antaranya sebagai berikut:
1. Mengubah nomenklatur kementerian di tengah jalannya pemerintahan dengan jelas menunjukkan jika pemerintah tidak memiliki horison perencanaan jangka panjang,
2. Riset jenjangnya berbeda dan bahkan jauh lebih tinggi daripada universitas serta lembaga pendidikan lainnya, dan
3. Adanya BRIN.

Menurutnya, apabila pemerintah ingin memajukan riset, maka sebaiknya pemerintah membiarkan BRIN tetap menginduk kepada Kemenristek. Hal tersebut bertujuan agar kabinet tidak kehilangan efektivitas. (Penulis: Dharma Anggara)***

Editor: Noval Anwari Faiz


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x