Ombudsman: Ada Dugaan Maladministrasi Penanganan Pascademo Dilakukan Polda Metro Jaya

- 21 Oktober 2020, 14:17 WIB
Logo Ombudsman RI.*
Logo Ombudsman RI.* //Ombudsman RI

GALAJABAR - Pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang menimbulkan polemik menjadi perhatian Ombudsman.

Sejak 8 Oktober 2020 hingga kini, Ombudsman Perwakilan Jakarta telah melakukan pemantauan di Polda Metro Jaya, untuk melihat penanganan pascademonstrasi penolakan terhadap undang-undang yang disahkan DPR RI tersebut. 

Seusai unjuk rasa itu, Polda Metro Jaya menetapkan 131 tersangka. Dari 131 orang tersebut, 69 orang ditahan.

Baca Juga: Liga 1 Tak Jelas, Arema FC Tetap Rekrut Pemain Anyar

Dari 69 orang yang ditahan, Polda Metro Jaya menetapkan 20 orang sebagai tersangka dalam kasus perusakan dan pembakaran sejumlah fasilitas umum seperti halte TransJakarta.

Pasal-pasal yang dipersangkakan terhadap 131 tersangka itu, yakni Pasal 212 KUHP tentang perlawanan terhadap petugas, Pasal 218 KUHP tentang melanggar aturan tidak berkerumun, Pasal 170 KUHP tentang kekerasan terhadap orang dan barang dan Pasal 406 KUHP tentang perusakan.

Dari pemantauan Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, ada dua dugaan maladministrasi dilakukan oleh Polda Metro Jaya.

Baca Juga: Ini Dia Cara Mengikuti Rapid Tes Sebelum Perpergian dengan Kereta Api

"Ada dua dugaan, tidak memberikan akses kepada penasihat hukum dan melampaui kewenangan ketika tidak akan memberikan SKCK kepada pelajar yang ikut demo," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho, seperti dikutip galajabar dari Antara News, Rabu, 21 Oktober 2020.

Berikut ini beberapa temuan Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya terkait penanganan pascademo oleh Polda Metro Jaya.

  1. Dalam menangani para demonstran, Polda memisahkan antara yang "diamankan" untuk kemudian dipulangkan kembali ke orangtuanya, dengan yang prosesnya dilanjutkan ke penyelidikan.
  2. Ada proses pencegahan penularan Covid-19 terhadap para pengunjuk rasa, baik yang diamankan maupun yang diselidiki dengan melakukan tes cepat.
  3. Tidak terjadi tindak kekerasan selama proses pengamanan dan penyelidikan di Polda Metro Jaya.
  4. Pemberian konsumsi bagi para peserta demonstrasi diberikan dalam jangka waktu dan kualitas yang baik.

Baca Juga: Pemerintah Pastikan Cuti Bersama Maulid Nabi Tak Berubah, Catat Tanggalnya

"Namun kami juga menemukan bahwa Polda Metro Jaya tidak memberikan akses bagi para pendamping atau penasihat hukum terhadap 43 orang yang diselidiki, walaupun mendapatkan pendampingan hukum dari penasihat yang disediakan oleh PMJ (Polda Metro Jaya)," ungkap Teguh.

Seharusnya, tambah Teguh, para tersangka memiliki keleluasaan untuk memilih pengacaranya sendiri.

Oleh karena itu, perlu dibuka akses kepada para pengacara atau kelompok masyarakat sipil lain untuk melakukan pendampingan.

Baca Juga: Begini Cara Mengecek Penerima BLT UMKM Rp2,4 Juta, Bisa Lewat HP Gak Pake Ribet!

"Keterbukaan ini menjadi penting karena para tersangka diduga merupakan pihak-pihak yang dianggap merusak fasilitas publik dan ditengarai dibiayai oleh pihak-pihak tertentu," katanya.

Dengan membuka pengawasan proses penyelidikan ke masyarakat, ujarnya, Polri dalam hal ini Polda Metro Jaya (PMJ) bisa menyampaikan seluruh proses pemeriksaan secara transparan dan akuntabel.

Sehingga, dapat diketahui apakah benar ada pihak ketiga yang membiayai, atau ini emosi massa di lapangan, atau massa yang terorganisasi dengan tujuan tertentu.

Baca Juga: 5 Fakta Tercanggih Tentang Lagu Tarik SIs Semongko Bunga Anggun Pramudita

"Ini untuk mengikis praduga-praduga yang berkembang di masyarakat dengan transparansi proses tersebut," ujar Teguh.

Hal lain yang disoroti Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya adalah tindakan kepolisian di bawah koordinasi Polda Metro Jaya yang mengancam akan mempersulit pembuatan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) kepada para pelajar yang melakukan aksi demonstrasi UU Cipta Kerja. ***

 

Editor: Noval Anwari Faiz


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x