Benang Merah: Harapan dan Keistimewaan (Chapter 9)

27 Februari 2021, 09:24 WIB
Pemandangan Sydney Opera House di Australia. /Unsplash/Johnny Balla/


GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, hati Felix dibuat berat dengan kedekatan Han dan Ruby. Padahal, keduanya hanya sedang berdiskusi.

Karena itu, Felix menganggu keduanya dan malah menggoda Ruby. Sayangnya, Rose harus menghancurkan momen tersebut karena kecemburuannya dank arena Felix memang dipanggil oleh kakanya.

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

“Felix, bisa kita bicara sebentar?” tanya Professor Lee dengan nada yang serius, membuat Ruby dan Rose mulai penasaran, apalagi Rose yang memang sudah diuji dengan kecemburuannya dengan kedekatan Ruby dan Felix, orang yang ia suka.

Sudah tiga puluh menit berlalu, Felix belum kembali. Ruby dan Rose mulai khawatir. Akhirnya, Ruby yang khawatir pun membuat keputusan. “Aku bakal nyusul Felix. Takutnya dia kenapa-kenapa,” inisiatif Ruby.

Baca Juga: Andmesh Kamaleng Rilis Single Terbaru 'Tiba-Tiba', Terinspirasi dari Pengalaman Pribadi

“Tapi kalau sama Professor Lee selama ini, mungkin urusannya bukan sembarang urusan. Urusan keluarga mungkin?” pikir Han.
“Bener juga,” ucap Helena, membuat Ruby terdiam, memikirkan bahwa apa yang kedua temannya katakan ada benarnya juga.

Tapi, tiba-tiba saja Rose berdiri dari posisi duduknya. “Kalian, aku izin ke toilet dulu, ya?” izin Rose.

Ruby hanya mengangguk. Setelah punggung Rose menghilang di balik pintu ruang klub, Ruby kembali melamun, berpikir bahwa sebenarnya Rose berniat untuk menyusul Felix. “Dia cuman ingin kelihatan lebih istemewa dariku,” pikir Ruby.

Rose sedikit berlari di koridor gedung klub. Namun, ia segera berhenti saat mendengar suara Professor Lee dan Felix di salah satu lorong yang sedikit sepi. Ia pun bersembunyi di balik dinding.

Baca Juga: 5 Hal Mengejutkan yang Terjadi Dalam Episode Awal Drama Korea The Penthouse 2

“Hah?! Mama sama Papa gak bisa jagain Olivia?! Lagian, kenapa mereka berdua harus kerja, sih?! Mama harusnya diem aja jagain Olivia di rumah sakit!” bentak Felix pada kakak perempuannya itu.
“Olivia? Rumah sakit?” bingung Rose dalam hatinya.

“Kamu tahu biaya rumah sakit gak sekecil itu, Felix. Kamu harusnya paham kenapa Mama milih buat kerja juga. Mama sama Papa pengen kamu lanjutin kuliah di sana sekalian jagain Olivia. Mama bahkan tinggal ngurus administrasi terakhir kamu di SNU,” lanjut Professor Lee, sedikit lebih halus.

Rose membulatkan matanya sempurna. Ia menutup mulutnya, mengurangi suara terkejut yang keluar dari indera pengecapnya itu. “Korea? SNU? Maksudnya, Seoul National University?!”

“Tapi bukannya percuma juga? Kak, Aku ini udah semester-semester akhir. Kalau pun aku harus pindah ke Korea, di sana aku pasti lebih disibukin sama kuliah. Kakak tahu gimana di sana, kan?” protes Felix. “Bukannya aku gak mau nemenin Olivia. Justru aku pengen jadi salah satu orang pertama yang dia lihat pas dia bangun. Tapi, aku pikir percuma juga!”

Baca Juga: Kenali Apa Itu Vaksin ‘Gotong Royong’: Simak Kebijakan dan Syaratnya!

“Felix, jantung Olivia makin sini makin lemah. Seenggaknya Mama pengen kamu ngasih dukungan mental buat dia. Dokter juga yakin kalau sebenernya otak Olivia bangun. Makanya, tolonglah, Felix! Aku tahu, Mama tahu, Papa juga tahu, kamu yang paling deket sama Olivia. Dia pasti kangen banget sama kamu,” mohon Professor Lee pada adik pertamanya itu.

Felix sendiri adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Selain Professor Rachel Lee sebagai kakaknya, Felix juga memiliki seorang adik perempuan bernama Olivia Lee. Sayangnya, Olivia mengidap penyakit yang sangat serius pada hatinya, membuatnya jatuh koma setelah menjalani operasi. Olivia dirawat dan ditangani di Korea Selatan, mengingat keluarganya memiliki darah negara tersebut dan penanganan yang sangat baik di negara itu membuat keluarganya mempercayakan Olivia.

“Seenggaknya bilang sama Mama buat ngasih aku waktu buat mikir, dah!” ujar Felix sebelum ia memutuskan untuk meninggalkan kakaknya itu.
Rose pun berniat untuk pergi saat tahu Felix akan mengetahui kalau ia menguping. Namun, kakinya seperti terikat, membuatnya tersandung dan jatuh.

Rose sudah menutup matanya bersiap untuk merasakan merasakan lantai koridor yang dingin. Namun setelah beberapa saat, ia tidak merasakan apa-apa. Ia justru merasa seseorang menarik tangannya, mencegah Rose untuk terjatuh. Ia pun membuka matanya, hanya untuk melihat Felix menatapnya datar dengan tangan di pergelangan tangannya.

Baca Juga: Perkiraan Cuaca 27 Februari 2021 di Wilayah Jawa Barat: Beberapa Daerah Berpotensi Hujan Petir

“Kamu denger semuanya?” tanya Felix langsung pada poinnya.
Rose yang sedikit ketakutan pun menggelengkan kepalanya pelan. Felix menatapnya dengan cukup serius, membuat Rose ikut ketakutan. Namun, Rose menyadari sesuatu. “Apa Ruby… harus natap mata penuh kesedihan dan keseriusan kayak gini tiap hari?” tanya Rose dalam hati.

“Kalau gitu, aku gak mau kamu buka mulut kamu soal apa yang kamu denger. Terutama ke Ruby,” pinta Felix dengan dinginnya, membuat Rose merinding.
Satu hal yang ada pada Ruby namun tidak dimiliki Rose adalah kesabaran dan rasa keberanian untuk menghadapi sikap dingin Felix. Itu cukup membuat mental Rose sedikit jatuh. Apalagi, degan permintaan tersebut, Rose mengira Felix sangat tidak mau Ruby bersedih tentang semua yang terjadi dalam hidup Felix.

Felix melepas genggamannya itu saat Rose sudah berdiri tegak. Ia pun berjalan meninggalkan Rose. Rose sedikit terkejut. “A-ah, Felix makasih!”
“Hm,” jawab Felix singkat.

Rose mengikutinya dari belakang. Ia pun menundukan kepalanya. “Jadi Ruby… seistimewa itu buat Felix? Padahal mereka cuman sahabatan?”***

Editor: Digdo Moedji

Tags

Terkini

Terpopuler