Benang Merah: Harapan dan Keistimewaan (Chapter 8)

- 26 Februari 2021, 09:03 WIB
 Pemandangan Sydney Opera House di Australia.
Pemandangan Sydney Opera House di Australia. /Unsplash/Johnny Balla/


GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, setelah malam berlalu, Ruby kembali disibukan kembali dengan tugas-tugas kuliah dan klubnya.

Namun, ia bertemu dengan seseorang yang tidak terduga. Professor Nizar Dirgantara dari Universitas Pendidikan Indonesia tiba-tiba muncul dihadapan Ruby, Professor yang terkenal tegas dan pernah menjadi kekasih ibunya, Nia Amanda di masa kuliah.

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

Seluruh anggota klub sastra dan bahasa sudah melingkari meja yang berada di tengah ruangan. Sebagian dari mereka duduk di lantai dan sebagian lagi duduk di sofa. Ada beberapa hal yang ingin Ruby sampaikan sebagai ketua.
“Ruby, kita bisa mulai sekarang,” tutur Helena.
“Mulai aja susah banget, adek tingkat kita ada yang punya kelas jam sembilan!” omel Felix.

“Felix, kamu sama Ruby bakal ada di depan pas pembukaan nanti, jangan malah ngerepotin Professor Lee, loh!” Helena malah ikut menyindir Felix.
“Hah?! Kok aku? Aku kira cuman Ruby doang,” protes Felix.
“Iya, Professor Lee sempet khawatirin kamu, loh!” tutur Rose.
Felix dan Ruby tiba-tiba terkejut dengan pernyataan Helena dan Rose itu. Tapi pada akhirnya, Felix hanya menepas obrolan itu. “Lupain soal Kak Rachel. Kita mulai!”

Baca Juga: Masuk Deretan Trending Twitter, Inilah 5 Film Emma Watson yang Wajib Ditonton

“Dih, dasar adik durhaka!” ledek Ruby.
“Iya, iya,” balas Felix yang sudah sama malasnya.
Rapat singkat pun dimulai. “Kalau buat buku pertama gimana? Han udah bikin tiga contoh sampul. Menurut kalian yang paling cocok yang mana?” tanya Ruby, menampilkan hasil kerja Han pada proyektor.
“Kalau sampul yang kedua kayaknya terlalu cerah deh. Nyolok mata banget warnanya,” komen Helena.

“Tapi yang kedua desainnya lucu,” komen Rose.
“Kalau gitu, gimana kalau aku bikin yang baru. Kita bisa pakai desain yang kedua tapi warnanya aku ubah,” tawar Han sebagai pembuat desain dan ilustrasi sampul.

“Nah, gitu aja! Semua setuju?” tanya Ruby. Semua anggota pun menjawab setuju. “Oh iya, Han. Kemarin aku minta buatin ulang ilustrasi buat chapter tiga. Udah selesai?”

“Ah, udah!” Han sedikit menggeser dirinya pada Ruby dan menunjukan hasil kerjanya. “Sebenernya, aku agak ragu buat bikin yang ini,” jujur Han pada sang ketua.

Halaman:

Editor: Digdo Moedji


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah