Benang Merah: Harapan dan Keistimewaan (Chapter 3)

- 20 Februari 2021, 07:26 WIB
 Pemandangan Sydney Opera House di Australia.
Pemandangan Sydney Opera House di Australia. /Unsplash/Johnny Balla/

GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, di Sydney, Australia, putri pertama Erwin dan Nia melanjutkan pendidikan terakhirnya di sana.

Dengan berbekalan kejeniusan yang ia miliki, Ruby berhasil memimpin klub sastra dan bahasa di kampusnya bersama dengan seorang sahabat yang sudah menemaninya sejak pertama ia menginjakan kaki di universitasnya itu. Sebut saja dia Felix.

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

“Mengenai tujuan sastra anak, apa ada yang bisa menjelaskan gagasannya?” tanya Professor Lee yang bukan lain adalah kakak perepuan Felix itu sendiri. Karena tidak ada yang mau mengangkat tangannya, Professor Lee mengedarkan pandangannya. “Felix Lee, coba kasih kita gagasan kamu,” pinta sang kakak.

Baca Juga: Bocoran Sinopsis Ikatan Cinta Sabtu, 20 Febuari 2021 Ibu Sarah Dituduh Sebagai Pembunuh Roy, Elsa Ketahuan

Felix berdecak kesal. Ia pun berdiri dari bangkunya. “Sesuai namanya, sastra anak jelas ditujukan untuk anak-anak. Tujuan klasiknya mungkin hanya sebagai media hiburan. Tapi terlebih dari itu, ada tujuan lain yang sebenarnya jauh lebih penting.”

Professor Lee tersenyum puas dengan jawaban adiknya itu. “Lalu, apa tujuan yang lebih pentingnya itu?”

Felix menatap kakaknya itu dengan tatapan malasnya. “Ngerepotin aja!” gerutu Felix di bawah nafasnya. “Begini, kalau kita cuman mengutamakan tujuan hiburan pada anak-anak, harusnya cerita atau sastra asal tulis dan jadi pun sudah cukup. Tapi mungkin, kalau dalam tujuan belajar atau beredukasi, sastra menjadi salah satu sarana beredukasi yang tepat untuk anak-anak. Mereka biasanya lebih mengingat pelajaran-pelajaran penting ketika mereka tertarik pada sesuatu, contohnya cerita.”
“Bagus,” puji Professor Lee. “Kamu boleh duduk.”

Ruby yang terduduk di sampingnya hanya terdiam menatap Felix dengan kagumnya.
“Kenapa?” tanya Felix yang sadar akan tatapan itu. “Kamu sendiri yang nulis gitu di buku tugas.”

Baca Juga: Flashback 20 Februari; Tragedi Gas Beracun Dieng 1979 Tewaskan 149 Orang

Halaman:

Editor: Digdo Moedji


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah