Benang Merah: Harapan dan Keistimewaan (Chapter 12)

- 2 Maret 2021, 08:12 WIB
 Pemandangan Sydney Opera House di Australia.
Pemandangan Sydney Opera House di Australia. /Unsplash/Johnny Balla/


GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, Ruby yang sedang berada dalam kondisi tidak mengenakan pun harus segera ditangani oleh orang yang seharusnya. Namun, saat Felix akan membawa salah satu orang itu, Ruby malah melarangnya untuk pergi.

Felix mengatakan bahwa Ruby seperti orang yang mabuk saat sakit. Tapi di sisi lain, Rose akhirnya menyadari apa yang membuat Ruby istimewa di mata Felix. Ruby menjadi satu dari sedikitnya orang yang bisa menangani sifat sok dingin Felix dan begitu pun sebaliknya pada Ruby.

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

“Kalau didiemin bisa makin parah, loh!” ucap Nia dengan nada khawatirnya. Namun, suara Nia nampak terdengar jauh di telinga putrinya itu.
“Mau dibawa ke dokter aja?” tanya Erwin yang berdiri di belakang Nia, bersama Amber yang saat itu masih berusia enam tahun. Amber hanya memperhatikan kakaknya yang terbaring seraya mengerat pada pakaian ayahnya.

Tiba-tiba, semua itu menghilang seperti bayangan. Apa Ruby berhalusinasi atau bermimpi? “Mamah, Ayah,” lirihnya.
Ruby pun membuka matanya. Hal yang pertama ia lihat adalah langit-langit putih ruang klubnya yang sudah tidak terasa asing.

Baca Juga: Renungan Hadis Hari Ini : Hidup Bagaikan Pengembara

“Oh, udah bangun?” tanya seorang pria yang bukan lain adalah Felix. Ia mengangkat pandangannya dari handphone genggamnya.
Ruby mengalihkankan pandangannya untuk melihat Felix. Ia menyadari hawa ruangan yang sepi, menyisakan Ruby dan Felix. “Felix,” lirih Ruby.

Felix menyentuh dahi Ruby dengan telapak tangannya. Ruby menutup matanya saat ia merasakan telapak tangan Felix yang dingin pada dahinya yang panas itu. “Kamu mimisan karena kamu kecapean. Terus, kamu pingsan gara-gara darah rendah,” lapor Felix. “Kamu kemarin seharian gak makan, ‘kan? Terus, malemnya langsung minum kopi.” lanjut Felix dengan omelan khasnya. “Ya, itu sih kata anak kesehatan yang tadi meriksa kamu.”

“Darah rendah?” bingung Ruby. Tidak lama, ia menyadari sebuah selang menempel di tangannya. Ia menatap ujung infusan tersebut yang ada mengantung di sampingnya.
"Kalau tetesannya udah habis, kita harus panggil anak kesehatan lagi buat nyabut infusannya,” lapor Felix lagi.

Ruby berusaha untuk bangkit. Tentu saja, Felix langsung membantunya. “Ah, sial! Hidungku kesumbat!” gerutu Ruby dengan nada bicaranya yang serak. Felix menyodorkan air hangat untuk Ruby minum. “Yang lain kemana?” tanya Ruby sebelum meminum air minumnya.

Halaman:

Editor: Digdo Moedji


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah