Benang Merah: Harapan dan Keistimewaan (Chapter 10)

- 28 Februari 2021, 09:22 WIB
 Pemandangan Sydney Opera House di Australia.
Pemandangan Sydney Opera House di Australia. /Unsplash/Johnny Balla/




GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, Rose sengaja menggunakan izin untuk ke toilet untuk menyusul Felix yang belum kembali.

Namun, ia mendapati perbincangan yang terduga antara dosen dan orang yang ia sukai itu.

Felix berniat untuk pindah ke Korea Selatan demi menjaga adiknya yang sakit.

Saat mengetahui Rose menguping, Felix menekankan padanya supaya Rose tidak memberi tahu siapa pun, termasuk Ruby.

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

Felix membuka pintu ruang klubnya. Prediksi Ruby benar, Rose menggunakan izin ke toilet untuk menemui Felix. Namun, hal lain berhasil membuat pikiran Ruby teralihkan.

Ia menyadari kesedihan dalam manik hazel Rose. Ia sadar sesuatu tidak baik-baik saja. “Lixie, kenapa?” tanya Ruby dengan panggilan dekatnya.

Baca Juga: 2000 Lebih Kantong Miras Oplosan Disita Polres Cianjur

Rose sedikit terkejut dengan panggilan itu, mengetahui sedekat apa Ruby dengan Felix.

Felix berjalan ke tempat duduknya sebelumnya. “Gak apa, gak usah dipikirin,” tuturnya dingin.

Ruby mulai ragu dengan tingkah aneh teman dan sahabatnya. Tapi bagaimana pun, ia tidak bisa memaksakan privasi orang lain.

Namun di sisi lain, hati Ruby meronta ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di antara Felix dan Rose.

“Apa Rose udah nyatain cintanya ke Felix?” tanya Ruby dalam hati.

“Ruby, minta anggota lain buat gantiin pimpinanku di tim editor,” ucap Felix tiba-tiba.

“Eh?!” kaget Ruby. “Kenapa? Ada masalah sesuatu tentang klub ini sama Professor Lee?” tanya Ruby lagi.

Baca Juga: Millen Cyrus Diamankan Polda Metro Jaya, Hasil Tes Urine Dinyatakan Positif Narkoba

“Jangan gitu, Felix!” Ruby dan Felix langsung menatap Rose yang baru saja berbicara, membuat keduanya terkejut.

“Kalau karena satu masalah, itu sama aja kayak kamu lari dari sesuatu. Itu gak baik, loh!”

Felix menatap Rose dengan tatapan penuh keterkejutan, tidak menyangka Rose akan mengatakan itu. Namun, Ruby malah menemukan tanda bahaya lain.
“Getaran apa ini? Kenapa mereka kayak gini?” pikir Ruby. Ruby berusaha sekuat yang ia bisa untuk menghiraukan semua itu.

“Kayaknya,” lirih Han sambil sesekali menatap Ruby yang tengah membantu anggota lain bekerja. “Ruby pucat banget mukanya. Lix, kamu kemaren semaleman ‘kan sama dia?”

“Hm?” ujar Felix yang ada di dekatnya. “Ah, dia emang keliatan cape.”
“Wajar aja,” keduanya langsung mendongak saat Helena mengambil beberapa barang miliknya yang ada di dekat Felix dan Han.

Baca Juga: Flashback 28 Februari, Gempa Bumi Hancurkan Kota Ardabil Iran, 1100 Orang Tewas

“Dia yang paling semangat sama proyek ini. Butuh waktu setengah semester buat proposalnya di terima kampus dan sekalinya diterima, dia gak mau nyia-nyiain kesempatan kayak gini. Dia emang penulis tulen,” puji Helena.

“Ya, makanya aku bilang dia jenius!” ungkap Han lalu berdiri.

Keheningan menyelimuti beberapa saat. Namun. DAP! Semua yang ada di ruangan itu langsung terkejut saat mereka mendengar suara benturan.
“Ruby!” itu suara Han.

Felix berbalik hanya untuk melihat Ruby yang sudah berlutut dengan darah segar mengucur deras dari hidungnya.

Han sudah berjongkok di hadapannya. Felix langsung membulatkan matanya karena terkejut. Ia pun mendekati Ruby.

“Kenapa?” tanyanya dengan nada dingin bercampur dengan kekhawatiran.

Baca Juga: Barcelona Kembali ke Posisi Kedua, Tundukkan Sevilla 2-0
“Ruby, kenapa?” tanya Rose yang sama khawatir.

“Ah, kayaknya aku kecapean,” kekeh Ruby yang terdengar sedikit tidak jelas karena ia harus menutup hidungnya, berharap darah tersebut akan berhenti mengucur.

“Kamu nganggep cape sesepele itu?!” omel Felix. “Dasar! Kalau tahu bakal kayak gini, aku udah larang kamu semalem buat nginep dan gadang!”

“Udah, udah, jangan dulu diomelin,” Helena mengingatkan Felix seraya memberikan tisu pada Ruby untuk mengusap hidung, bibir, dan tangannya yang sudah dipenuhi darah.

“Ruby kayaknya terlalu banyak ngerjain proyek kita. Gak istirahat aja dulu? Kita masih punya satu bulan buat nyelesain ini,” saran Han.

Setelah selesai membersihkan darahnya, Ruby perlahan bangkit.

Baca Juga: Renungan Hadis Hari Ini : Kesulitan Akan Dimudahkan

“Gak apa-apa, aku masih bisa lanjutin, kok. Semakin cepat semakin ba-“
BRUKK!!! Belum selesai mengucapkan kalimatnya, kaki Ruby menyatakan bahwa keduanya tidak sanggup untuk menopang tubuh Ruby, membuatnya kembali terjatuh. Beruntung, Han langsung menahannya sebelum Ruby bisa mengenai lantai.

“Ruby? Kamu kenapa? Ruby!” panik Han yang terus meneriaki Ruby, memastikan kalau ia bisa mendengarnya.

Napas Ruby terdengar lebih berat dan sesak. Keringat dingin juga membasahi wajah dan tubuhnya. Ia juga merasa suara Han yang memanggilnya terasa sangat jauh dan kabur.

“Woy, kenapa? Kamu gak enak badan?!” Han nampaknya masih panik.

“Ruby, kamu bisa denger aku?” tanya Helena.

Baca Juga: Hasil Liga Inggris, City Kokoh di Puncak Klasemen Usai Kalahkan West Ham 2-1

“Apa gak sebaiknya kita bawa dia ke ruang kesehatan atau panggil anak klub kesehatan?” saran Rose.

Felix menghela napasnya, sudah terbiasa dengan sikap ini-itunya Ruby.
“Ruby paling gak suka sama ruang kesehatan di sini,” tutur Felix.

“Eh?” semua menatap Felix.

“Aku bakal manggil Professor Hildegard atau anak klub kesehatan yang lagi bertugas, jadi mereka bisa nanganin Ruby di sini.”

Felix berbalik untuk melakukan apa yang ia katakan.

Namun, “mau… kemana?” Bersambung...***

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah