Sejarah Kabupaten Cirebon, Berawal dari Keputusan Sunan Gunung Jati Memerdekaan Diri dari Pajajaran

- 3 Maret 2021, 13:55 WIB
Lambang Kabupaten Cirebon
Lambang Kabupaten Cirebon /Pemkab Cirebon


GALAJABAR - Tersebutlah sebuah kerajaan besar di kawasan barat Pulau Jawa bernama Pakuan Pajajaran yang gemah ripah repeh rapih loh jinawi subur kang sarwa tinandur murah kang sarwa tinuku, kaloka murah sandang pangan lan aman tentrem kawontenanipun.

Seperti dirilis laman resmi Pemkab Cirebon, kerajaan itu dipimpin Jaya Dewata bergelar Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi. Raja agung, punjuling papak, ugi sakti madraguna, teguh totosane bojona kulit mboten tedas tapak paluneng pande, dihormati, disanjung puja rakyatnya dan disegani oleh lawan-lawannya.

Raja Jaya Dewata menikah dengan Nyai Subang Larang dan dikarunia dua orang putra dan seorang putri. Pangeran Walangsungsang lahir pertama tahun 1423 Masehi, disusul Nyai Lara Santang lahir tahun 1426 Masehi. Sedangkan putra ketiga Raja Sengara lahir tahun 1428 Masehi.

Pada tahun 1442 Masehi Pangeran Walangsungsang menikah dengan Nyai Endang Geulis Putri Ki Gedheng Danu Warsih dari Pertapaan Gunung Mara Api. Mereka singgah di beberapa petapaan antara lain petapaan Ciangkup di Desa Panongan (Sedong), Petapaan Gunung Kumbang di daerah Tegal dan Petapaan Gunung Cangak di Desa Mundu Mesigit dan terakhir ke Gunung Amparan Jati.

Baca Juga: Soal Investasi Miras Resmi Dicabut, Sekum PP Muhammadiyah: Sebaiknya Pemerintah Perbaiki Komunikasi

Di sanalah bertemu dengan Syekh Datuk Kahfi yang berasal dari kerajaan Parsi. Ia adalah seorang guru agama Islam yang luhur ilmu dan budi pekertinya. Pangeran Walangsungsang beserta adiknya Nyai Lara Santang dan istrinya Nyai Endang Geulis berguru agama Islam kepada Syekh Nur Jati dan menetap bersama Ki Gedheng Danusela, adik Ki Gedheng Danuwarsih.
Oleh Syekh Nur Jati, Pangeran Walangsungsang diberi nama Somadullah dan diminta untuk membuka hutan di pinggir pantai sebelah Tenggara Gunung Jati (Lemahwungkuk sekarang). Maka sejak itu berdiri Dukuh Tegal Alang-Alang yang kemudian diberi nama Desa Caruban (Campuran) yang semakin lama menjadi ramai dikunjungi dan dihuni berbagai suku bangsa untuk berdagang, bertani dan mencari ikan di laut.

Danusela (Ki Gedheng Alang-Alang) oleh masyarakat dipilih sebagai kuwu yang pertama. Setelah meninggal pada tahun 1447 Masehi, ia digantikan Pangeran Walangsungsang sebagai Kuwu Carbon yang kedua bergelar Pangeran Cakrabuana. Atas petunjuk Syekh Nur Jati, Pangeran Walangsungsang dan Nyai Lara Santang menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekah.

Pangeran Walangsungsang mendapat gelar Haji Abdullah Iman dan adiknya Nyai Lara Santang mendapat gelar Hajah Sarifah Mudaim. Kemudian menikah dengan seorang Raja Mesir bernama Syarif Abullah. Dari hasil perkawinannya dikaruniai 2 (dua) orang putra, yaitu Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah.

Baca Juga: Kepala Badan Penanaman Modal Ungkap Kronologis Keran Investasi Miras

Sekembalinya dari Mekkah, Pangeran Cakrabuana mendirikan tajug dan rumah besar yang diberi nama Jelagrahan. Kemudian rumah itu dikembangkan menjadi Keraton Pakungwati (Keraton Kasepuhan sekarang) sebagai tempat kediaman bersama Putri Kinasih Nyai Pakungwati.

Halaman:

Editor: Digdo Moedji


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x