Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 8)

- 5 Mei 2021, 09:32 WIB
GUNUNG Fuji.*
GUNUNG Fuji.* /PIXABAY


Kalimat-kalimat itu bagai ribuan jarum tajam yang menusuk hati Ieyasu. Hatinya langsung mati rasa. Ia tidak mampu merasakan hal lain selain kekhawatiran yang berkecamuk. “Kau mau kemana?” tanya Ieyasu dengan tajam.
“Eh?” bingung Tsukiyama. “Aku tidak akan kemana-mana. Kau pikir aku akan kemana?”


Ieyasu menghela napasnya. “Kau mengucapkan semua itu layaknya kau akan meninggalkan dunia ini besok. Ada apa? Siapa yang menyerangmu? Apa mereka mengancammu?”

Baca Juga: Tak Sanggup Membayar Gaji, 244 Pegawai non-PNS di Pemkab Pangandaran Diputus Kontrak


Meski terdengar dingin dan tidak berperasaan, Tsukiyama dapat mendengar kekhawatiran dalam nada bicara Ieyasu. Itu membuat Tsukiyama tersenyum. Suaminya, Tokugawa Ieyasu yang penuh kebanggaan akan melakukan apapun jika ada yang berani menentangnya. Apalagi jika itu menyangkut keluarganya, memastikan bahwa si penentang akan sangat menderita.


Tsukiyama menggelengkan kepalanya. “Aku baik-baik saja. Kalau pun ada yang menyerangku, aku yakin Nobuyasu yang akan mengamuk duluan, ‘kan?”


Cahaya lilin yang berwarna keemasan terpantul dalam manik Tsukiyama. Wanita itu mengalihkan pandangannya. “Entah kenapa, aku seperti ingin mengatakan itu padamu. Aku merasa jika aku terus memendamnya, hatiku akan menjadi sangat sesak,” Tsukiyama mengerat dadanya. Ia tersenyum pada Ieyasu. “Tapi sekarang, aku sudah merasa ringan. Aku sudah meyampaikan semuanya padamu.”

Baca Juga: Bambang Widjojanto Termakan Omongan Sendiri Soal KPK di Era Jokowi, PPI: Busuk!


Sekali lagi, Ieyasu menghela napasnya. Ia memperbaiki posisi berdiri. Ia berjalan mendekati Tsukiyama. “I-Ieyasu?” bingung Tsukiyama. Ia sedikit ketakutan karena ia sudah sangat lama tidak berada di satu ruangan yang sama dengan Ieyasu.


Ieyasu mendorong Tsukiyama untuk berbaring di atas futon. “Kau bilang kau ingin tidur denganku,” gumam Ieyasu. Ia pun segera bergabung dan menarik selimut futonnya. Ieyasu menarik pinggang Tsukiyama dan merangkul istrinya tersebut.


Tsukiyama yang mulai tenang pun terkekeh dengan manisnya. Ia semakin mendekat pada pelukan Ieyasu. “Rasanya, tepian jauh sedang memberiku berkah,” lirih Tsukiyama. “Kau hangat, Ieyasu.”***

Halaman:

Editor: Digdo Moedji


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah