Jokowi Akan Dipolisikan karena Timbulkan Kerumunan, Begini Kata Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun

- 26 Februari 2021, 11:38 WIB
Kerumunan yang terjadi di Kota Maumere, saat Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Sikka, Provinsi NTT
Kerumunan yang terjadi di Kota Maumere, saat Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Sikka, Provinsi NTT /Foto : istimewa



GALAJABAR - Seperti diketahui, masyarakat dibuat geger karena beredarnya video Presiden Joko Widodo (Jokowi) di tengah kerumunan.

Kejadian itu terjadi di Maumere, NTT pada saat Jokowi melakukan kunjungan kerja.

Banyak yang menyayangkan kejadian kerumunan yang dipicu oleh kunjungan Presiden Jokowi itu, terlebih dalam kaitannya dengan penanganan Covid-19, Jokowi mewanti-wanti agar selalu menjaga protokol kesehatan.

Baca Juga: Malam Ini, Jakarta Rayakan Penghargaan Sustainable Transport Award 2021 yang Kalahkan 27 Kota Lain di Dunia

Kendati pihak istana telah mengonfirmasi bahwa kejadian itu merupakan kejadian yang spontanitas, namun tetap saja banyak pihak yang menafikan alasan itu.

Bahkan, beberapa pihak membandingkan kejadian kerumunan itu dengan kasus kerumunan yang menimpa Habib Rizieq beberapa waktu yang lalu.

Buntut kejadian kerumunan yang ditimbulkan oleh orang nomor satu di Indonesia itu, sebuah kelompok yang menamakan diri Gerakan Pemuda Islam (GPI) kini melaporkan kejadian itu ke Mabes Polri.

Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Evan Sanders, Pemeran Nino di Ikatan Cinta, Ternyata Berdarah Papua

Pihak GPI menyayangkan kerumunan yang terjadi saat kunjungan Presiden Jokowi yang terjadi di NTT itu yang semestinya Presiden memberikan contoh yang baik dalam mematuhi protokol kesehatan.

Selain itu, GPI menganggap Presiden telah melanggar pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular seperti yang dikenakan kepada Habib Rizieq Shihab.

Habib Rizieq juga dikenakan UU KUHP yakni pasal penghasutan yang menjadikan Habib Rizieq dapat ditahan karena tergolong tindak pidana berat (diatas 5 tahun).

Baca Juga: Buntut Penembakan di Cengkareng, Propam Polri Proses Pemberhentian Tidak dengan Hormat Bripka CS

Dilansir Galajabar pada Kamis, 25 Februari 2021, dalam tayangan yang tayang di akun YouTube pribadinya, pakar hukum tatanegara, Refly Harun memberikan tanggapannya perihal rencana pelaporan yang hendak dilakukan GPI atas Presiden Jokowi itu.

Refly mengatakan bahwa pada dasarnya pelanggaran yang dilakukan atau terjadi pada kerumunan yang ditimbulkan oleh Jokowi kurang lebih sama dengan apa yang terjadi pada Habib Rizieq sehingga perlakuan yang sama juga berlaku bagi Presiden Jokowi.

"Pertanyaannya adalah dengan kerumunan yang kurang lebih sama, dengan provokasi yang dianggap kurang lebih sama, maka sebagian pihak menganggap Presiden Jokowi juga bisa dilaporkan ke polisi, lalu barangkali imajinasinya ditangkap pula, ditahan pula selama 20 hari plus perpanjangan waktu 40 hari sambil menunggu pengadilan," kata Refly.

Baca Juga: WASPADA! Kenali Situs Palsu yang Mengatasnamakan Program Kartu Prakerja

Lantas ia menjelaskan apakah seorang Presiden bisa dibegitukan. Kemudian ia membandingkan dengan apa yang diatur dalam UUD 1945.

"Mari kita tengok ke UUD ya, pasal 7a UUD 1945 mengatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden itu dapat diberhentikan itu dengan dua sebab. 1) melakukan pelanggaran hukum, 2) tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden," kata Refly.

Adapun pelanggaran hukum yang dimaksud tersebut yaitu pengkhianatan terhadap negara, korupsi, suap dan tindak pidana berat lainnya.

Baca Juga: Bisnis Gibran Rakabuming, Wali Kota Baru Solo Anak Pertama Jokowi

"Kalau kita bicara tindak pidana berat lainnya, maka kita bicara adalah tindak pidana yang diancam 5 tahun lebih," tuturnya.

"Jadi kalau Habib Rizieq dikenakan pasal 160 KUHP dan kasusnya mirip dengan kasus Presiden Jokowi, maka bisa dikatakan ada alasan untuk mengatakan bahwa Presiden Jokowi pun bisa dikenakan pasal tersebut dan terpenuhilah klausul tindak pidana berat," kata Refly lagi.

Namun kata Refly, perkara ini bukan hanya perkara tingkat polisi, perkara seperti ini adalah tingkat politikus.

Baca Juga: Gubernur Lantik Bupati Pangandaran, Kantor Bupati Dipenuhi Karangan Bunga

"Jangan lupa bahwa perkara ini bukan perkara tingkat polisi tapi tingkat politisi," tegasnya.

Dengan demikian, kata Refly maka sesungguhnya sangat bergantung inisiatif dari DPR untuk memproses ini.

Lebih lanjut, Refly menegaskan kendati logika berpikir hukum yang seperti dijelaskannya itu belum cukup untuk menjatuhkan seorang presiden, namun justru masalahnya adalah terlalu mudahnya mengenakan pasal itu kepada Habib Rizieq.

"Lalu apa masalahnya? Masalah utamanya adalah terlalu mudah mengenakan pasal itu (160 KUHP) kepada Habib Rizieq," kata Refly.

Baca Juga: Upaya Dewa dan Alya Mencari Keberadaan Nana: Bocoran Sinopsis Buku Harian Seorang Istri 26 Februari 2021

Refly mengatakan semestinya penegak hukum tidak main-main dengan penggunaan pasal 160, walapun pelanggaran prokes adalah pelanggaran tetapi tidak boleh dilebih-lebihkan.

Refly juga menjelaskan, karena kasus yang menimpa Habib Rizieq sudah terjadi, maka setiap saat orang akan menagih perlakuan yang sama atas Jokowi.

"Karena Presiden melakukan pelanggaran hukum, maka dia juga harus diproses," lanjutnya.

Baca Juga: Aldebaran Gagal Membongkar Identitas Reyna, Rendy Ditangkap Polisi: Sinopsis Ikatan Cinta 26 Februari 2021

Dalam konteks Habib Rizieq, Refly mengatakan karena posisinya lemah maka hukum sangat tajam dan berlebihan.

Lebih lanjut, Refly mengatakan bahwa apa yang dikenakan pada Habib Rizieq yakni sanksi dengan Rp50 juta dan berjanji tidak mengulanginya lagi sudah cukup, sebaliknya, Presiden justru berkali-kali melakukan pelanggaran.

Penutup pembicaraannya, Refly mengatakan bahwa kunci dari permasalahan ini adalah bukan dengan memproses Presiden.

Baca Juga: Satgas Covid-19 Sampaikan Perkembangan PPKM Mikro, Terima 1 Juta Laporan

"Kuncinya bukanlah memproses Presiden Jokowi apalagi sampai proses pemberhentian yang menurut saya tidak terlalu kuat alasannya untuk kasus seperti ini," ujarnya.

Namun, kata refly, lebih benar jika Habib Rizieq dibebaskan.

"Lebih benar lagi adalah membebaskan Habib Rizieq karena dia telah dituduh dengan pasal yang berlebihan tersebut," ujarnya lagi.

Halaman:

Editor: Noval Anwari Faiz


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x