Namun jika dibaca, semua orang akan paham bahwa cuitan Eko adalah bahasa untuk memojokkan.
“Jadi kalau kita melihat, reading between the lines ya, orang paham semua bahasa-bahasa seperti itu adalah bahasa menyindir, bahasa sarkastik. Bahasa yang niatnya memang untuk katakanlah memojokkan, menyindir, merendahkan, dan sebagainya,” kata dia.
Refly menilai tidak ada maksud lain dari cuitan itu.
“Tidak ada maksud lain, karena disampaikan oleh kelompok-kelompok yang selama ini memang sering sekali bertentangan dan kelompok yang menyerang ulama,” jelasnya.
Hal ini menurut Refly karena UAH bertentangan dalam dukungan politik di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
“Orang semua sudah tau bahwa UAH, Ustadz Abdul Somad (UAS), Tengku Zul, Ustadz Bachtiar Nasir, orang-orang yang dalam dukungan politik kemarin bertentangan atau mendukung Prabowo dan tidak mendukung Presiden Jokowi,” pungkasnya.
Baca Juga: Polemik KTP Seorang Imam Katolik, Gus Nadir Ungkap ‘Dalang’ Masalahnya
Tapi Pilpres 2019 kata Refly sudah selesai dan harus selesai, namun realitanya tidak selesai.
“Tapi itu kan di Pilpres dan saya kira the game should be over. Tetapi rupanya tidak bisa selesai juga,” tuturnya.