Analis Ekonomi Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR), Gede Sandra menjelaskan, penyebab utama ketimpangan adalah karena kebijakan fiskal yang dipilih pemerintah Indonesia, dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani, terlalu berpihak kepada investor, bukannya kepada rakyat banyak.
“Istilah saya ini adalah kebijakan fiskal N.K.R.I atau Negara Kesatuan Republik Investor,” ucapnya.
Baca Juga: Situasi Pandemi, Wakil Ketua DPRD Jabar: Program Kesehatan Menjadi Prioritas
Sebagai contoh, ada rencana pemerintah melakukan tax amnesty jilid ke-2.
Padahal dengan adanya tax amnesty sekali saja sudah menunjukkan ke mana keberpihakan pemerintahan ini, yaitu kepada investor dan pengusaha besar yang selama ini menggelapkan pajaknya dari negara.
“Ini ada rencana mau diulang kembali, sungguh tak masuk akal!” tegasnya.
Baca Juga: Belasan Juta Subscriber Deddy Corbuzier Terancam Lenyap, Aldi Taher Pasang Badan Bela Sang Master
Sebelumnya, Sri Mulyani secara resmi mengajukan kebijakan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang kebutuhan pokok atau sembako, jasa pendidikan atau sekolah, dan jasa kesehatan kepada Komisi XI DPR.
Pengajuan dilakukan dalam rapat yang digelar pada Senin, 13 September 2021. ***