Sejarah Perjuangan R.A. Kartini: Bukan Sekadar Identik dengan Kebaya dan Pawai Baju Daerah

- 18 April 2022, 12:53 WIB
R.A. Kartini, salah satu pejuang dari kalangan pemuda
R.A. Kartini, salah satu pejuang dari kalangan pemuda /Twitter/@RumahCemara

Baca Juga: PSG vs Marseille Skor 2-1, PSG Semakin Dekat Juarai Liga Prancis ke-10 Kalinya, Kokoh di Puncak Klasemen

Setelah lulus dari Europenes Lagere School, Kartini ingin melanjutkan  ke sekolah yang lebih tinggi, Kartini berlutut dan memohon pada ayahnya untuk melanjutkan sekolah ke Hogere Burger School (HBS) di Semarang.

Ayah Kartini yang terkenal progresif itu pun melarang Kartini untuk “mengacaukan” tatanan istiadat bangsawan Jawa dan harus mematuhi tuntutan adat untuk dipingit dan harus bersedia menerima lamaran lelaki tanpa memiliki hak untuk bertanya, apalagi menolak.

Hari-hari awal dipingit, Kartini bosan, jenuh, dan sedikit iri dengan teman-teman maupun saudara-saudaranya yang bersekolah.

Adik-adik Kartini yang lebih muda (Roekmini dan Kardinah), masih bersekolah di sekolah rendah dan menanti giliran dipingit.

Baca Juga: Tahun 2023 Pesantren yang Ikuti OPOP Harus Capai 5.000, Ridwan Kamil: Produknya akan Didaftarkan di E-Katalog

Sementara kakak laki-lakinya, RM Sosrokartono bernasib lebih beruntung sebagai laki-laki karena bisa melanjutkan sekolah di HBS Semarang dan ke Universitas Leiden, Belanda.

Hari-hari awal Kartini hanya dihiasi dengan kegiatan belajar memasak, membatik, dan menulis surat.

Sejak dipingit dan tidak boleh bersekolah maupun tidak boleh keluar rumah, semangat belajar Kartini hanya tersalurkan pada bacaan buku-buku Belanda yang dikirim oleh sang kakak dan sang moedertje (Ovink-Soer).

Bacaan Kartini tergolong dari karya sastra feminis dan anti perang, seperti Goekoop de-Jong Van Beek, Berta Von Suttner, Van Eeden, hingga Max Havelaar karya Multatuli yang menceritakan ketidakadilan dari cultuurstelsel/tanam paksa kopi.

Halaman:

Editor: Noval Anwari Faiz


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah