Kasus Red Notice Djoko Chandra, Napoleon Bonaparte Merasa Dizalimi Pernyataan Pejabat Negara

- 9 November 2020, 13:39 WIB
Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Joko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin 9 November 2020.
Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Joko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin 9 November 2020. /Antara/Sigid Kurniawan

GALAJABAR - Terdakwa Inspektur Jenderal Pol Napoleon Bonaparte merasa dizalimi oleh pernyataan pejabat negara terkait tuduhan penghapusan "red notice".

"Dari Juli sampai hari ini, saya merasa dizalimi melalui teks oleh pemberitaan pemberitaan 'statement' pejabat negara yang salah tentang tuduhan menghapus 'red notice'," kata Napoleon dalam sidang dengan agenda pembacaan nota keberatan (eksepsi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin 9 November 2020.

Dalam perkara ini Napoleon yang Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri ini didakwa menerima suap 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS (sekitar Rp6,1 miliar) agar menghapus nama Djoko Soegiarto Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.

Baca Juga: Lirik Lagu Maju Tak Gentar, Cocok Dinyanyikan Saat Peringatan Hari Pahlawan 10 November

"Kesempatan hari ini sudah lama saya tunggu-tunggu Yang Mulia karena sebagai Kadivhubinter Polri yang dulu juga mantan Sekretaris NCB (National Central Bureau) Interpol Indonesia. Kami yang paling tahu kerja Interpol," ungkapnya.

Napoleon merasa tuduhan tersebut membuatnya tidak mungkin menyampaikan jawaban karena hanya akan dianggap pembenaran diri.

"Kesempatan ini kami tunggu untuk menyampaikan apa yang dieksepsi, tuduhan penerimaan uang saya siap untuk dibuktikan didasari rencana untuk menzalimi kami sebagai pejabat negara," ujar Napoleon.

Baca Juga: Raih 4,1 Juta Dolar AS, Film Let Him Go Sukses Puncaki Box Office

Dalam nota pembelaannya, pengacara Napoleon, Satstrawan mengatakan tidak ada keterangan saksi yang termuat di dalam keseluruhan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Djoko Tjandra yang menerangkan keterlibatan langsung maupun tidak langsung dari Napoleon.

"Terhadap penyerahan dan penerimaan uang sebagaimana kuitansi kuitansi tanda terima uang tanggal 27 April 2020, 28 April 2020, 29 April 2020, 4 Mei 2020, 12 Mei 2020 dan 22 Mei 2020," kata Sastrawan.

Menurutnya, Interpol Red Notice atas Djoko Soegiarto Tjandra Control Nomor: A-1897/7-2009 telah terhapus dari System Basis Data Interpol sejak tahun 2014 karena tidak ada Perpanjangan dari Kejaksaan RI sebagai Lembaga Peminta.

Baca Juga: Tahun Depan, Imam Masjid di Bekasi akan Memperoleh Gaji Rp2,5 Juta Per Bulan

Menurut Sastrawan, "red notice" dan Daftar Pencarian Orang (DPO) pada SIMKIM Imigrasi adalah 2 hal yang berbeda sehingga hapus-nya nama Djoko Tjandra dari SPO SIMKIM Imigrasi bukanlah kewenangan dari Napoleon Bonaparto dan bukan pula implikasi dari surat No. B/1036/V/2020/NCB - Div HI tertanggal 5 Mei 2020 karena substansi isi surat tersebut hanya bersifat pemberitahuan.

Dalam dakwaan Napoleon disebut mendapat uang secara bertahap yaitu pada 28 April 2020 sebesar 200 ribu dolar Singapura, pada 29 April 2020 sebesar 100 ribu dolar AS, pada 4 Mei 2020 sebesar 150 ribu dolar AS dan pada 5 Mei 2020 sebesar 20 ribu dolar AS.***

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah