Cara Amankan Data Pribadi Biar Tidak Jadi Sasaran Kejahatan

- 8 Januari 2021, 09:40 WIB
Smartphone
Smartphone /Pexels/ Andrienn

GALAJABAR - Kebocoran data pribadi, perusahaan, maupun negara akibat serangan siber terus menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan.

Terlebih dalam dunia yang semakin digital seperti sekarang, di mana budaya online bahkan semakin kental dengan masyarakat lantaran desakan situasi pandemi COVID-19.

Kawasan Asia Tenggara merupakan di antara pengguna Internet paling aktif di dunia, dan adopsi digital semakin menyebar ke daerah-daerah non-kota kala pandemi melanda.

Baca Juga: Bebas Murni, Abu Bakar Ba'asyir Tidak Perlu Wajib Lapor

Sekarang pengguna internet di Asia Tenggara telah mencapai 400 juta hampir 70 persen dari populasi.

Seiring perkembangan itu, ancaman kejahatan siber juga tentunya bakal meningkat.

Berdasarkan laporan perusahaan keamanan Kaspersky baru-baru ini, pada 2020 wilayah Asia Tenggara setidaknya mengalami empat serangan siber besar-besaran yang bisa menjadi pelajaran semua orang.

Pertama, lebih dari 310.000 detil kartu kredit yang dikeluarkan oleh bank-bank ternama di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam, terlibat dalam pelanggaran data pada Maret lalu.

Baca Juga: Bebas Murni, Abu Bakar Baasyir Langsung Pulang ke Pondok Pesantern Al-Mukmin Ngruki

Pada bulan yang sama, informasi pribadi 91 juta pengguna platform e-commerce terbesar di Indonesia bocor, kemudian dua bulan berikutnya (Mei) 8,3 miliar pelanggan jaringan seluler terbesar di Thailand terekpos.

Lalu, belum lama lalu, pada Oktober 2020, platform toko online berbasis di Singapura mengalami pelanggaran data yang memengaruhi sekiar 1,1 juta akun.

Pelanggaran data pribadi lainnya yang menggegerkan Indonesia tahun lalu antara lain kasus bobolnya rekening Ilham Bintang di Commonwealth Bank.

Baca Juga: Dinas Sosial : Penyaluran Program Sembako Secara Mekanisme Tidak Ada yang Berubah

Wartawan senior yang juga ketua Dewan Kehormatan PWI pusat itu mengalami kerugian materiil 25 ribu dolar Australia ditambah 16,77 juta dalam denominasi rupiah.

Laporan beberapa riset perusahaan keamanan juga menyebut bahwa pandemi COVID-19 telah dimanfaatkan oleh para peretas untuk menerobos banyak jaringan penting.
Salah satunya, basis data pemerintah berisi data pribadi 230.000 peserta tes COVID-19 di Indonesia telah dilanggar pada Mei 2020.

Trend Micro juga mencatat bahwa Indonesia merupakan negara dengan peringkat pertama di dunia dalam serangan malware (perangkat lunak jahat) berkaitan dengan COVID-19, mencapai sebanyak 11.088.

Baca Juga: 5 Langkah Agar Bisa menjual Mobil Bekas dengan Harga Tinggi

Selain itu, serangan email spam yang memanfaatkan COVID-19 juga banyak terjadi di Indonesia, mencapai 11.889, tertinggi di Asia Tenggara.

Bertaburnya aplikasi Android dan platform lain dengan segala manfaat yang ditawarkan, juga harus disadari itu bisa menjadi pintu masuk kejahatan siber.

Permintaan akses ke beberapa data jangan dengan mudah diberikan hanya karena ingin eksis di medsos atau sekedar foto hasil selfie menawan, misalnya.

Sayangnya, masih banyak pengguna yang abai soal hal ini.

Baca Juga: Sinopsis Now You See Me 2: Kembalinya Para Pesulap Cerdik

Meskipun sepertinya sepele, data pribadi individu yang bocor juga bisa memicu ke peretasan lingkup lebih besar ketika yang bersangkutan menggunakan perangkat yang sama atau username dan kata sandi yang sama untuk pekerjaan di kantornya.

Dengan keamanan berlapis yang baik pada masing-masing layer, baik pada sisi penyedia infrastruktur telekomunikasi, penyedia layanan turunannya atau over the top (OTP), perusahaan pengguna teknologi, hingga pengguna akhir tentu akan membutuhkan banyak waktu bagi penjahat siber untuk bisa mengakses data penting perusahan maupun individu (pribadi. Dan, dengan demikian kasus kejahatan siber berdampak masif bisa ditekan.***

Editor: Brilliant Awal

Sumber: ANTARA


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah