Benang Merah: Harapan dan Keistimewaan (Chapter 16)

- 6 Maret 2021, 08:50 WIB
 Pemandangan Sydney Opera House di Australia.
Pemandangan Sydney Opera House di Australia. /Unsplash/Johnny Balla/


GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, Ruby kembali dibuat merasa lebih istimewa saat akhirnya ia mengetahui apa yang Rose dan Felix sembunyikan darinya.

Felix yang tahu sudah tidak mungkin menyembunyikan rahasianya, saat itu pun, dalam keheningan, Ruby menyadari alasan mengapa Felix berubah menjadi sangat dingin. Olivia Lee, adiknya. Ruby tidak ingin egois karena tahu Olivia lebih membutuhkan Felix untuk saat ini daripada dirinya.

Ikuti cerita bersamvung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

“Felix,” lirih Ruby. “Kamu bakal pindah ke Korea buat nemenin Olivia?”
Felix tahu Ruby sebenarnya ingin Felix tetap bersamanya. Namun di sisi lain, Ruby juga tahu Olivia lebih membutuhkan Felix daripada Ruby saat ini. Felix menyisir jemarinya pada surai kecokelatan Ruby. Ia pun mengusap air mata yang membasahi pipi Ruby. Tangannya yang mulai nyaman pun menangkup pipi Ruby. “Aku-”
“Ruby!”

“Eh?” Felix dan Ruby langsung terdiam di tempat saat Professor Lee tiba-tiba menunjukan dirinya dari balik pintu.
“A-ah, maaf. Kakak ganggu?” tanya Professor Lee sedikit informal, mengingat ia yakin ia baru saja menganggu masalah pribadi adiknya, Felix.
Felix langsung menarik tangannya dari pipi Ruby dan mengusap tengkuknya. “Gak, kok,” gumam Felix.
Professor Lee pun memasuki ruangan tersebut. “Ruby habis nangis?” tanya Professor Lee.

Baca Juga: Sinopsis Buku Harian Seorang Istri 6 Maret 2021: Dewa dan Nana Makin Romantis, Kevin Segera Tertangkap

“Aku baru ngasih tahu dia soal Olivia terus dia nangis,” lapor Felix. Professor Lee pun ber-oh-oh ria. “Dah, ya? Aku masih ada kelas sama Professor Lilith.” Felix pun mengambil tasnya dan melenggang pergi.
Professor Lee tiba-tiba terkekeh. “Jarang-jarang saya lihat Felix ngebuka hatinya begitu. Bahkan sama saya atau pada kedua orangtuanya, kamu sama Olivia mungkin jadi satu-satunya yang bisa ngebuka sedikit pintu hatinya itu.”

“Apa Felix emang kayak gitu?” tanya Ruby.
“Mungkin, Felix masih marah sama saya karena ngelarang dia buat ikut ke Korea waktu pertama Olivia ketahuan sakit. Saya egois karena saya gak bisa tinggal sendiri di sini. Sejak itu juga dia jadi gak fokus sama kuliahnya dan berusaha buat nutup diri dengan cara jadi dingin kayak gitu,” jelas Professor Lee.

“Dia itu cuman pengen diperhatiin, makanya dia bersikap seperti preman bully kampus,” tutur Professor Lee lagi seraya menatap kosong entah kemana. Senyuman hangat masih setia terlukis di wajahnya. “Asal kamu tahu, Ruby,” Professor Lee menatap Ruby dengan senyumannya. “Felix itu sebenarnya anak yang baik. Dia cuman gak paham sama perasaannya sendiri- eh, Ruby?”

Professor Lee dibuat terhenti saat Ruby memalingkan wajahnya dan menutup mulutnya, tidak membiarkan sedikit pun isakan keluar dari pengucapnya. “Aku tahu,” isak Ruby. “Aku tahu Felix itu sok kuat. Aku tahu kalau sebenernya dia malah kesiksa. Felix itu emang anak yang baik. Aku tahu itu!”

Halaman:

Editor: Digdo Moedji


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah