Benang Merah: Harapan dan Keistimewaan (Chapter 18)

- 8 Maret 2021, 08:21 WIB
 Pemandangan Sydney Opera House di Australia.
Pemandangan Sydney Opera House di Australia. /Unsplash/Johnny Balla/

GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, di tengah diskusi kerja samanya, Nizar menceritakan bagaimana ia bisa menjadi saksi dari tersambungnya benang merah milik kedua orangtua Ruby, Erwin dan Nia.

Ia menjelaskan bagaimana orang yang selalu bisa mengetahui nilai orang-orang adalah orang yang terpilih, orang istimewa dan orang itu adalah Erwin, ayah dari Ruby. Nizar pun menceritakan tentang mimpi dan ambisi lama Nia kepada Ruby.

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

Lima belas tahun yang lalu…
“Nizar?” Nizar terhenti saat mendengar seseorang memanggil namanya. Ia menoleh, mendapati Nia Amanda, mantan kekasihnya di universitas ada di hadapannya, terduduk pada salah satu bangku stasiun.
“Nia? Kamu ngapain di sini?” tanya Nizar.

“Hari ini Erwin bakal pulang dari kerja jauhnya di luar kota. Anak-anak pengen jemput ayah mereka,” jawab Nia.
“Anak-anak?” bingung Nizar. Saat itu, Nizar hanya tahu Nia dan Erwin baru dikarunia seorang putri. Makanya ia bingung saat Nia menyebut anaknya dalam bentuk jamak.

Baca Juga: BMKG: Perkiraan Cuaca 8 Maret di Wilayah Jawa Barat, Berpotensi Hujan Ringan dan Sedang

Nizar menoleh saat mendengar tawa anak kecil di dekatnya dan Nia. Ia melihat dua gadis kecil sedang bermain kejar-kejaran. Tawa kedua anak kecil itu terasa hangat di telinga Nia. “Nia, siapa anak kecil yang satu lagi?” tatap Nizar pada gadis berusia tujuh dan tiga tahun itu.

“Amber, adiknya Ruby. Dia putri keduaku dan Erwin,” jawab Nia seraya mendongak, menatap Nizar yang ada di hadapannya. “Kamu ganti kontak tiga tahun lalu pas aku ngelahirin Amber, makanya kamu gak tahu soal ini.”
“Ah, maaf,” tutur Nizar.

Ekspresi manik kecokelatan Nia langsung menampakan kekhawatiran. “Gimana kabar Kak Nao?” Nia menanyakan kabar isti Nizar. “Apa gak berlebihan buat terus ngedorong standar dia?”

Pertanyaan itu berhasil menusuk Nizar layaknya pisau yang sangat tajam. Nizar yang tidak mampu berkata-kata pun langsung melangkah sekali, membuat Nia sedikit tersentak. “Perempuan yang ngebebanin suami kayak kamu paham apa?! Kamu sama Nao tuh beda jauh! Dia perempuan yang bisa menuhin semua ambisinya tanpa ngebebanin suaminya!”

Halaman:

Editor: Digdo Moedji


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah