Benang Merah: Harapan dan Keistimewaan (Chapter 24)

- 14 Maret 2021, 10:23 WIB
 Pemandangan Sydney Opera House di Australia.
Pemandangan Sydney Opera House di Australia. /Unsplash/Johnny Balla/

GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, Felix mengejar Ruby hingga ke bandara. Ia memohon pada Ruby untuk tidak meninggalkan Sydney terlalu cepat.

Namun, Ruby menenangkan Felix dengan mengatakan ia hanya mengantar Professor Nizar. Di sisi lain, Ruby dan Rose akhirnya berhasil menyelesaikan masalah di antara keduanya.

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

Felix menghela napasnya yang berat sebelum masuk ke dalam mobil bersama Ruby. “Felix, jangan marah gitu,” pinta Ruby, sedikit berlirih.
“Ah, aku gak marah!” jawab Felix.

Ruby tahu itu kebohongan. Felix benar-benar marah dibuat Ruby. Ruby hampir membuat Felix jantungan saat Han bilang Ruby pergi ke bandara. Ia kira Ruby akan meninggalkan Sydney tanpa berpamitan. “Aku cuman gak mau ganggu kamu sama Rose,” jujur Ruby. Tapi setelahnya, Ruby merasa Felix kembali memeluk Ruby. “Felix?”

Baca Juga: Atletico Madrid Tak Mampu Taklukkan 10 Pemain Getafe

“Tsk, kamu gak tahu sekhawatir apa aku kalau kamu pulang ke negara kamu tanpa bilang apa-apa sama aku! Kamu puas lihat aku panik kayak tadi?” tanya Felix yang semakin mempererat pelukan itu. “Gimana kalau ada sesuatu yang gak baik terus kamu gak bisa ngehubungin aku? Kalau kamu mau nyuruh aku buat jenguk Olivia, ya tinggal bilang! Aku tahu aku keras kepala tapi aku juga mikirin tiap kata-kata kamu. Jangan malah bikin aku jantungan!” Felix melanjutkan omelannya.

“Felix,” lirih Ruby seraya membalas pelukan itu. Ruby mengusap tangannya naik turun di punggungnya.
“Jaga diri baik-baik, dong! Kamu tuh kelewat ceroboh. Dua minggu lalu kamu pingsan, belum seharian nangis. ‘Kan aku jadi berat ninggalin orang ceroboh kayak kamu!”

Ruby melepas pelukan itu. Ia mengerat kardigannya. “Kamu kepikiran sejauh itu?”
“Iyalah! Aku gak mau orang yang deket sama aku malah berakhir ngejauh kayak Olivia!”

Ruby menunduk. “Aku gak tahu sama apa yang aku rasain. Aku bingung, takut sama perasaan aku sendiri,” lirih Ruby pelan.
“Ruby,” panggil Felix, memaksa Ruby untuk menatapnya. “Sejak kamu nyampe di Sydney pun aku tahu kamu bakal deket banget sama aku. Sekarang, tebak apa! Itu yang namanya takdir,” Ruby tersentak. Felix tersenyum. “Kalau kamu jauh, siapa yang bakal ngeditin tulisan kamu, hm?”

Halaman:

Editor: Digdo Moedji


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah