Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 11)

- 8 Mei 2021, 09:58 WIB
GUNUNG Fuji.*
GUNUNG Fuji.* /PIXABAY

GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, Tsukiyama berusaha untuk mengalihkan perhatiannya dari kedatangan Nyonya Saigo, selir kesayangan Ieyasu. Di tengah kesibukannya, Tsukiyama menemukan sebuah surat.

Suatu rencana yang akan menuntunnya pada mimpi buruk pun terbesit dalam dirinya. Lagi, apa yang pernah sejarah katakan tentang kematian istri sah dari Tokugawa Ieyasu?

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

Ieyasu memastikan tidak ada pelayan atau pengawal yang berada di sekitar ruangannya. Itu permintaan Tsukiyama atau ia tidak akan bicara.
Benar, Ieyasu menerima permintaan Tsukiyama untuk berbicara empat mata. Tanpa gangguan dari siapa pun termasuk Nyonya Saigo, selir kesayangannya. Namun, saat keduanya sudah mendapat privasi, Tsukiyama malah membisu.

Baca Juga: Said Aqil Sebut Imam Masjid Hingga KUA Harus dari NU, Aktivis: Bubarkan Aja Muhammadiyah


“Jadi, apa yang ingin kau bicarakan denganku?” tanya Ieyasu, berinisiatif untuk memecah keheningan yang tidak mengenakan itu. Ia sudah menaruh kuasnya, bukti bahwa ia memperhatikan istri sahnya tersebut.
“Ingat saat semalam aku bilang aku ingin membahas politik Klan Takeda?” tanya Tsukiyama.


“Hm, ada apa dengan itu?”
“Apa kau tahu tentang permasalahan Nobuyasu dan Putri Toku saat ini?” pertanyaan Ieyasu kembali dijawab dengan pertanyaan.
“Soal Putri Toku yang tidak bisa mengandung lagi?”


“Apa kau yakin ini tidak akan bermasalah pada keselamatanmu dan Nobuyasu?”
Kini, Ieyasu mengerti apa arti dari ‘menginjak batasan’ yang Tsukiyama maksud dalam pesannya. “Tunggu sebentar! Kau tidak berniat untuk memilih salah satu keturunan Katsuyori untuk kau jodohkan dengan putra kita, bukan?!” tatapan malas Ieyasu kini berubah menjadi tatapan tajam yang dipenuhi kemurkaan. Manik kacanya bergetar dalam kekhawatiran.


Ieyasu berdiri dari posisi duduknya. “Dimana akal sehatmu, Tsukiyama?!” bentak Ieyasu seraya menarik bahu istrinya dengan sedikit kasar.
Tsukiyama sedikit merintih kesakitan. Namun, maniknya menyembunyikan semua rasa sakit dan takutnya tersebut sendirian. Ia bersikap tak gentar dengan bentakan suaminya itu.

Baca Juga: Polemik Pidato Presiden Jokowi, Yan Harahap: Orang yang Rayakan Lebaran Gak Makan Babi Panggang, Haram Pak!


“Aku tidak mungkin membahayakan keselamatanmu dan putraku. Tapi yang paling aku khawatirkan adalah bagamana jika mereka mengincar adiknya?! Bagaimana jika musuh-musuhmu mengincar Kame dan cucu kita?!” kesal Tsukiyama. “Ini celah empuk bagi musuh-musuhmu dan Nobuyasu!”
“Aku mengerti dengan maksudmu, tapi mengapa harus dengan putri Klan Takeda?!” tanya Ieyasu.


“Apa ada putri panglima perang, daimyo, atau shogun lain yang sedang tidak dalam hubungan pernikahan?!” tanya Tsukiyama. “Ini justru kesempatanmu untuk membuktikan pada Tuan Nobunaga. Saat kau mengalahkan Katsuyori, kau bisa menikahkan Putri Tei dengan Nobuyasu sebagai bukti menyerahnya pemimpin Klan Takeda padamu!”


Tatapan Ieyasu berubah menjadi khawatir. “Kau sadar, bukan?! Apa kau sakit? Apa aku perlu meracikan obat untukmu?” tanya Ieyasu, menolak untuk percaya dengan apa yang baru ia dengar dari istrinya.

Halaman:

Editor: Digdo Moedji


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x