Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 16)

- 20 Mei 2021, 08:44 WIB
Ilustrasi pengunungan.
Ilustrasi pengunungan. /Mateusz Salaciak/Pexels.com./ Mateusz Salaciak



GALAJABAR - Pada chapter sebelumnya dikisahkan, kesalahpahaman Putri Toku dan mertuanya membutakan mata, hati, dan pikirannya. Ia mengukir sebuah surat permintaan untuk Nobunaga, ayahnya.

Ia ingin menceritakan semuanya dan menganggap Tsukiyama sebagai pengkhianat yang akan menusuk Nobunaga dari belakang.

Putri Toku meminta Nobunaga untuk mengirimkan seorang malaikat maut untuk menghakimi Tsukiyama.

Ikuti cerita bersambung karya Sadrina Suhendra selanjutnya.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 6)

Istana Tokugawa nampak lebih sibuk dari biasanya. Pelayan berlalu lalang dan jumlah penjaga pun diperbanyak.
Tsukiyama sempat berpikir bahwa Ieyasu baru saja menangkap seseorang yang penting atau mungkin ada tamu yang akan datang.

Tsukiyama pun berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya. Tanpa Tsukiyama sadari, penjagaan ketat tersebut diperuntukan demi melindunginya atas perintah Ieyasu.

“Apa Tadatsugu sudah kembali?” tanya Tsukiyama pada Junpei, ajudannya.

“Belum, Nyonya. Komandan Tadatsugu akan kembali sore ini atau paling lambat hingga besok pagi,” jawab Junpei.

“Begitu, ya?” gumam Tsukiyama. Sekali lagi, ia memeriksa lembar-lembar kertas dengan teliti, memastikan tidak ada yang kurang atau tertinggal.

“Kalau begitu, sampaikan berkas ini padanya dan katakan bahwa suamiku sudah menunggu laporan mengenai perbatasan.”

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 7)

“Baik,” setelah itu, Junpei pun bergegas untuk kembali melaksanakan tugasnya.

Satu hal yang Tsukiyama tahu dari firasat yang ia rasa tentang kesibukan istananya itu, Tsukiyama tahu sesuatu yang besar akan terjadi.

Firasatnya itu memang terasa berat. Namun, Tsukiyama merasa bahwa firasat itu menyimpan sesuatu yang penting dan akan melepasnya dari suatu beban yang besar.

Dengan firasatnya yang berat itu, hati Tsukiyama justru merasa sangat ringan dan tenang.

Tsukiyama melamun sejenak sebelum akhirnya ia menghela napasnya halus.

Layaknya mengetahui apa yang akan terjadi padanya dan bagaimana nasibnya, Tsukiyama menatap ke arah gerbang Istana Tokugawa.

Meski ia tahu apa yang akan terjadi padanya, Tsukiyama tidak akan melawan takdirnya.

Tsukiyama tersenyum tipis. “Jadi begitu,” lirihnya.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 8)

“Tepian jauh sudah memanggilku.”

Baik itu Tsukiyama, Ieyasu, Nobuyasu, Putri Kame, atau petinggi Istana Tokugawa lainnya, semua sibuk dengan tugas masing-masing.

Tsukiyama memutuskan untuk bertemu dengan pesuruh Klan Takeda yang mengirim surat padanya tentang Putri Tei.

Awalnya, Junpei memaksa Tsukiyama untuk membawanya, mendampingi Tsukiyama semisal sesuatu yang tidak diinginkan terjadi, tahu bahwa Klan Takeda adalah musuh bagi Aliansi Oda-Tokugawa.

Namun, firasat yang sebelumnya jelas ia rasakan membuat Tsukiyama tidak bisa mengambil banyak resiko.

Jika firasatnya itu benar terjadi, ajudan sekaligus pengikutnya yang paling setia itu pasti akan ikut terseret ke dalam masalahnya dan bisa saja berakhir dengan kematian.

Setelah menolak pesan tersebut, Tsukiyama meminta maaf pada pesuruh tersebut dengan rasa menyesal.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 9)

Namun, itu hanya sebuah pencitraan. Ia tidak ingin terlihat mencurigakan dan malah membahayakan lebih banyak orang.

Tsukiyama sudah merenungkannya sejak ia bertengkar dengan Ieyasu karena putranya itu.

Tsukiyama tidak akan memaksa Nobuyasu untuk menikah dengan orang yang tidak ia inginkan lagi.

Ia sudah menyerah. Toh, putranya sudah dewasa. Tsukiyama tahu Nobuyasu akan memilih apa yang terbaik untuknya dan untuk keluarganya sendiri.

Namun, jika Tsukiyama harus di cap sebagai pengkhianat pun ia tidak akan keberatan. Baginya, ia sudah terlanjur memulai sesuatu yang salah.

Meski niatnya adalah untuk menggulingkan Klan Takeda dan membawa kemenangan bagi aliansi suaminya, Tsukiyama tetap merasa bahwa caranya itu sangat salah.

Apalagi, pernikahan adalah bukti dari ikatan kuat antara dua belah pihak.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 10)

Jika dengan niat menjadikan pernikahan sebagai bukti jatuhnya suatu klan, Tsukiyama bisa menarik banyak kesalahpahaman.

Meski begitu, Tsukiyama tidak main-main dengan kalimatnya. Ia sudah mengetahui resiko dari perbuatannya dan ia pun tidak akan menghindari resiko tersebut.

Selama itu untuk Nobuyasu dan Putri Kame, Tsukiyama akan melakukan apapun bahkan jika itu menyangkut nyawanya.
Apapun asal putra dan putrinya selamat dan bisa menjalankan kehidupan mereka dengan bahagia.

Karena itu, saat Tsukiyama berfirasat, ia tidak takut jika firasat itu akan benar-benar terjadi.

Hatinya sudah merasa sangat tenang dan ringin dari jauh-jauh hari.

Ia tidak merasakan perasaan yang berat seperti cemburu ataupun iri dan dengki. Ia merasa bahwa sebentar lagi dirinya akan terlepas dari berbagai penderitaan.

Baca Juga: Lagu Pengantar Tidur Ibu (Chapter 11)

Tsukiyama tahu apa yang akan terjadi dan ia tidak akan lari dari firasatnya itu.

Ia merasa itu sudah waktunya. Tepian jauh sudah memanggilnya sejak hari itu. (bersambung)***

Editor: Brilliant Awal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x