Eks Panglima TNI, Moeldoko: Jangan Sembarangan Memvonis Covid-19

5 Oktober 2020, 16:36 WIB
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko /Antara /

GALAJABAR - Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal (Purn.) Moeldoko mengeluarkan pernyataan yang mengundang reaksi para dokter, seusai bertemu Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, di Semarang, Kamis, 1 Oktober 2020.

Moeldoko meminta rumah sakit tak sembarangan memvonis semua pasien yang wafat disebabkan oleh penyakit Covid-19. 

Pria kelahiran Kediri, 63 tahun lalu ini menyatakan, ada beberapa orang yang sebetulnya negatif Covid-19, tapi divonis menderita penyakit yang disebabkan virus corona tersebut.

Baca Juga: Tas Berisi Kode Serangan Nuklir Dibawa Trump ke Tempat Perawatan Covid-19

Mantan Panglima TNI ini bahkan mendengar ada orang yang meninggal kecelakaan, tapi tetap divonis positif Covid-19.

Pemerintah, kata Moeldoko, akan membuat definisi ulang kematian akibat Covid-19. 

"Jangan semua kematian definisinya mati karena Covid. Ini perlu diluruskan," katanya.

Pernyataan Moeldoko dibenarkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Politikus PDIP ini menyatakan kasus serupa pernah terjadi di wilayahnya. 

Baca Juga: Pergerakan Tanah di Tasikmalaya, Puluhan Warga Sindanghurip Terancam

Menurutnya, ada orang yang telanjur divonis positif Covid-19. Namun setelah yang bersangkutan meninggal, barulah diketahui hasilnya negatif. 

Pria lulusan Universitas Gadjah Mada tahun 1995 ini menyatakan, hal ini harus diperbaiki. Oleh karena itu, imbuhnya, kini setiap ada pasien yang meninggal di RS, dokter harus memberikan catatan data kematian untuk diverifikasi sebelum akhirnya divonis Covid-19 atau bukan.

Meski hal ini akan membuat pencatatan data angka kematian lebih lambut, Ganjar menyatakan itu lebih baik daripada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Pernyataan kedua pejabat negara itu kontan mengundang protes dari kalangan dokter. Mereka ramai-ramai menyanggah tudingan tersebut di media sosial.

Baca Juga: Desainer Kenzo Meninggal Akibat Covid-19

 

"Tudingan bahwa RS meng-covid-kan pasien untuk mendapatkan anggaran ini berbahaya, apalagi diucapkan oleh pejabat negara," ungkap dr. Berliana Idris, dokter spesialis jantung, di akun Twitter @berlianidris.

Dokter yang juga akademisi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tonang Dwi Ardyanto, juga menyampaikan protesnya. Menurutnya, pernyataan Moeldoko-Ganjar membuat kepercayaan masyarakat kepada pelayanan kesehatan runtuh. Padahal, kepercayaan merupakan harga paling mahal bagi seorang dokter.

"Kerja keras membangun trust, runtuh sekejap. Sadarkah Pak?" cuit @tonangardyanto.

 "Meng-covid-kan pasien? Apa untungnya? Bagaimana caranya? Ckckck," komentar dr. Andi Khomeini Takdir melalui akun Twitternya, @dr_koko28.

Baca Juga: HUT Ke-75: TNI Harus Antisipasi Pertempuran Masa Depan

Dokter lainnya, drh. Nur Purba P. balik menyerang dengan menyatakan, "Sudah enggak becus terus kambing hitamkan sana-sini. Pakai bilang keterangan dokter soal pasien Covid-19 di RS harus diverifikasi dulu." 

Dokter spesialis anestesi, Nirwan Satria ikut menyampaikan kekecewaan dengan menyatakan, tuduhan Moeldoko-Ganjar menebar kebencian dan memprovokasi masyarakat agar membenci rumah sakit, tenaga medis, dan nakes dalam kondisi pandemi ini.

"Kalau ada agenda, jalankan saja agendanya tanpa mesti provokasi," ujarnya.

Dokter spesialis paru di RS Persahabatan, Erlina Burhan, membantah tudingan Moeldoko-Ganjar.

Baca Juga: Ekonomi Terpuruk, Sri Mulyani Ajak ASEAN Bersatu Melawan Corona

"Dokter tidak akan menulis diagnosis Covid-19 kalau tidak ada bukti, buat apa dokter meng-covid-kan pasien?" ujarnya.

Ia mengatakan, banyak masyarakat tidak memahami gejala yang ditimbulkan Covid-19 berbeda-beda, sesuai organ tubuh yang diserang.

Virus yang pertama kali terdeteksi di Wuhan, Cina ini bisa menyerang organ tubuh selain saluran pernapasan. Antara lain, saluran pencernaan, organ jantung, pembuluh darah, pankreas, dan bahkan otak.

Namun, masyarakat yang kurang memahami hal ini justru menuduh para dokter melakukan diagnosis secara asal-asalan.

"Kadang-kadang pasien datang dengan gejala stroke dan positif Covid-19, lalu keluarga marah-marah ke dokter karena merasa yang dialaminya gejala stroke, padahal infeksi Covid-19 juga," jelas Ketua Persatuan Dokter Paru Indonesia Jakarta itu.

Dia mengimbau masyarakat tidak berburuk sangka kepada para dokter yang memberi diagnosis Covid-19.

Protes juga datang dari Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI). Organisasi yang menaungi semua RS di Tanah Air ini menganggap pernyataan Moeldoko-Ganjar tersebut menyakitkan.

Baca Juga: Lokasi SIM Keliling Bandung Senin 5 Oktober 2020, Tetap Taat Protokol Kesehatan Saat Antre

"Mohon maaf, kami sudah lelah. Jika ada bukti dan terbukti, silakan oknum rumah sakit diberi sanksi saja.
Mohon jangan sakiti tenaga kesehatan dan RS yang sudah melayani pasien dengan segala risiko," tulis Ketua Kompartemen Public Relations dan Marketing PERSI Anjari Umarjiyanto di akun Twitternya, @anjarisme.

Anjari prihatin dengan tudingan tersebut. Soalnya, yang dilakukan RS justru merupakan bentuk kepatuhan dalam menerapkan protokol kesehatan penanganan pasien Covid-19 meninggal. ***

Editor: Noval Anwari Faiz

Tags

Terkini

Terpopuler