Pabrik Rokok Terancam, Pemerintah Segera Sesuaikan Tarif Cukai Tembakau

14 Oktober 2020, 16:29 WIB
Ilustrasi petani tembakau. Foto: Ist /

GALAJABAR - Wacana penyesuaian tarif cukai seperti pernah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017 yang kemudian kembali dicantumkan dalam PMK 77 Tahun 2020, bisa mengancam keberlangsungan usaha industri hasil tembakau (IHT).

Dikutip galajabar dari Warta Ekonomi, beberapa kalangan menyatakan wacana penyederhanaan tarif cukai ini tidak perlu dihidupkan lagi. 

Bila tidak, penyederhanaan struktur cukai akan mengakibatkan industri rokok skala kecil dan menengah yang volume produksi lebih rendah dipaksa naik ke golongan yang lebih tinggi.

Baca Juga: Presiden Ingatkan Ancaman La Nina, Ini Tiga Poin Arahannya Mengenai Bencana Hidrometeorologi

Hal itu tentu saja akan membuat pabrik roko kecil dan menengah kehilangan pembeli akibat kalah bersaing dengan pabrik rokok raksasa.

Karena secara otomatis, apabila struktur cukai disederhanakan, tarif cukai dan harga jual eceran (HJE) untuk merek-merek rokok dari produsen golongan 2 dan 3 ikut melonjak.

Menanggapi hal itu, anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Firman Soebagyo menilai, rencana penyederhanaan tarif cukai dan penggabungan volume produksi SKM dan SPM sangat merugikan pabrikan.

Baca Juga: Siapkan Antisipasi, Fenomena La Nina Menyapa Hampir Seluruh Wilayah Indonesia

Oleh karena itu, ia meminta pemerintah membatalkan rencana tersebut. Menurutnya, penyederhanaan tarif cukai dikhawatirkan merugikan industri hasil tembakau skala menengah dan kecil.

"Jika itu diterapkan dapat mematikan industri pertembakauan, khususnya yang masuk pada golongan III," kata Firman di Jakarta, Rabu, 14 Oktober 2020.

Politikus Partai Golkar ini mengatakan, rencana tersebut jangan dilakukan terburu-buru, terutama mengenai penggabungan volume produksi.

Baca Juga: Pegiat KAMI Ditangkap, Kompolnas Dapat Merekomendasikan Penyalahgunaan Wewenang

Karena, kedua jenis produk hasil tembakau, SKM dan SPM, sangat berbeda.

"Intinya, rencana ini harus diperhitungkan dengan baik dan didiskusikan dengan semua pemangku kepentingan," ujarnya.

"Golongan menengah dan kecil yang menyerap tenaga kerja cukup tinggi akan gulung tikar. Jumlah pabrik rokok golongan menengah dan kecil cukup banyak, terutama di Jawa Timur. Kalau ini dilakukan, terjadi PHK secara besar-besaran,” paparnya.

Baca Juga: Tiga Bank Syariah Dimerger, BNI Syariah: Industri Halal Akan Berkembang

Pertimbangan yang harus menjadi perhatian pemerintah dalam melakukan simplifikasi cukai, IHT di Indonesia sangat beragam dari aspek modal, jenis, hingga cakupan pasar.

“Pemerintah mesti memperhatikan keberlangsungan lapangan pekerjaan bagi para tenaga kerja dan pelaku yang terlibat langsung maupun tidak langsung terhadap IHT. Jangan sampai aturan tersebut menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat melalui praktik oligopoli bahkan monopoli," kata Firman.

Ia menambahkan, jika peraturan simplifikasi cukai dilakukan, tren investasi di sektor IHT akan menurun dan mengancam pabrikan rokok nasional.

Baca Juga: Waspada! La Nina Sedang Berkembang di Samudra Pasifik, Indonesia Bakal Terdampak

“Sebaiknya pemerintah mengutamakan kepentingan industri rokok nasional. Dibutukan regulasi yang melindungi industri hasil tembakau nasional,” ujarnya.

Peneliti senior Universitas Padjadjaran (Unpad), Bayu Kharisma menyatakan, jika simplifikasi tarif cukai tembakau diterapkan, justru bisa menurunkan penerimaan negara.

"Oleh karena itu, pemerintah harus mengkaji secara matang dan hati-hati, bahkan tidak perlu dilakukan dengan tetap mempertahankan kebijakan struktur tarif cukai yang ada sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 156/2018 sebagai revisi PMK 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau," kata Bayu.

Baca Juga: iPhone 12 dan iPhone 12 Mini, Produk Baru Apple yang Bikin Ngiler

Pengaruh dari simplifikasi tarif cukai rokok terhadap penerimaan negara, katanya, bisa dilihat menggunakan model dan metode ekonometrik.

Data yang digunakan adalah panel data, di mana jenis rokok sebagai observasi dan waktu yang digunakan antara Januari 2014 - April 2019.

"Hasil analisis regresi menunjukkan, variabel simplifikasi tarif cukai rokok berpengaruh negatif signifikan terhadap variabel penerimaan negara. Hasil ini konsisten ketika kami menambah maupun mengganti variabel kontrol dari model. Turunnya penerimaan negara diduga diakibatkan adanya penurunan penjualan rokok setelah diberlakukan simplifikasi," jelas Bayu.

Baca Juga: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dukung Merger Tiga Bank BUMN Syariah untuk Tingkatkan Efisiensi

Lebih lanjut, penyederhanaan tarif cukai juga berdampak pada persaingan usaha. Wacana ini akan memunculkan monopoli.

“Maka, kebijakan cukai dan struktur tarif cukai yang ada saat ini perlu dipertahankan sebagai bagian keberpihakan pemerintah pada industri rokok secara nasional, bukan pada perusahaan rokok golongan I saja," kata Bayu.

"Jika direalisasikan, kebijakan ini akan sangat merugikan bagi pendapatan pajak negara," imbunya. ***

 

Editor: Noval Anwari Faiz

Tags

Terkini

Terpopuler